Kolaborasi Lurik Edo
Published by Sugar & Cream, Wednesday 06 September 2017
Text by Indah Ariani, images courtesy of Bakti Budaya Jarum Foundation
Tangan Tangan Renta Lurik Indonesia
Desainer Edward Hutabarat menggelar peragaan busana dan pameran fotografi, video serta instalasi bertajuk “Tangan-tangan Renta Lurik Indonesia” di Pelataran Ramayana Hotel Indonesia Kempinski mulai Rabu (23/8) hingga Senin (28/8) lalu. Setelah berhasil mengangkat batik, Edo -sapaan akrab Edward Hutabarat– mengulik lurik, salah satu tenun khas yang lahir dan berkembang di Klaten untuk kemudian menyebar ke Yogyakarta, Solo serta daerah sekitarnya.
Didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation dan Hotel Indonesia Kempinski, pameran ini merupakan hasil perjalanannya selama tujuh tahun ke sentra-sentra lurik di Pedan dan Cawas, Klaten serta Bantul, Yogyakarta. Lurik yang disebutnya sebagai Wastra Peradaban Nusantara itu ia dekati bukan sekadar sebagai sebuah komoditas, melainkan sebagai sebuah budaya yang di dalamnya bermuara begitu banyak elemen kehidupan baik manusia, teknologi, kearifan lokal, hingga kecintaan para penenunnya yang kebanyakan berusia senja.
“Pameran ini saya persembahkan buat para penenun yang dengan tangan-tangan rentanya terus setia pada cintanya untuk lurik. Ini kolaborasi saya dengan mereka, para penenun setia itu,”
Edward Hutabarat
Selain dengan para penenun, Edo juga berkolaborasi dengan Gregorius Sidharta yang karya mozaiknya tertatah di dinding Plataran Ramayana, juga Bung Karno yang darinya ide pendirian bangunan yang pernah menjadi pusat gaya hidup warga Jakarta di awal kemerdekaan itu berasal.
Edo membangun partisi-partisi bertinggi sedang dan memilih warna pastel untuk dinding-dinding partisi tersebut agar bisa melebur dengan batu-batu yang membentuk karya mozaik berjudul Tarian Nusantara itu. “Saya ingin menakzimi kolaborasi legendaris antara Pak Sidharta dan Bung Karno ini dengan sebisa mungkin menyelaraskannya dengan karya saya.”
Dengan cermat Edo menata permainan warna instalasinya sehingga nuansa lurik dari berbagai benda yang seluruhnya meruoaka desain dan karyanya, mulai busana, tirai, karpet, bantal-bantal, mebel dan koleksi foto yang dipamerkan di dalam ruangan itu begitu padu dengan mozaik berwarna pastel di dinding bagian atas ruang.
Dikatakan Edo, lewat pameran itu, ia ingin menggugah generasi muda untuk berpartisipasi menjaga kelestarian lurik. “Sudah saatnya tangan-tangan renta para penenun itu digantikan oleh tangan anak-anak muda agar bisa terus lestari. Pameran saya ini mungkin yang terjelek, tapi saya berharap, dengan melihat apa yang saya buat, anak muda jadi ramai-ramai memperhatikan lurik dan bikin yang lebih baik dari ini. Saya akan berikan informasi dan kontak pada para pengerajin di Pedan, Cawas dan Yogyakarta, belilah lurik pada mereka. Saya nggak jualan baju. Habis ini saya harus segera menyiapkan pameran tentang cerita perjalanan-perjalanan saya selama belasan bahkan puluhan tahun ke berbagai daerah lain. Semua demi memuliakan wastra peradaban nusantara.”
RIVA1920 XMAS COLLECTION 2024
Riva1920 reimagines the classic Christmas symbol, featuring renowned architects and soft, geometric shapes from cedar wood, baubles, and accessories for...
read moreTHE APURVA KEMPINSKI BALI – AWARDED AS “THE BEST SUSTAINABLE HOTEL” 2024 BY ULTRA, LONDON
The Apurva Kempinski Bali meraih penghargaan sebagai “Hotel Berkelanjutan Terbaik” di ajang penghargaan bergengsi 2024 ULTRAs Awards di Kensington...
read moreKAREN NIJSEN IN "Satu Langkah Satu Karya"
Remarkable "Satu Langkah Satu Karya", founded by Karen Nijsen, a finalist for Miss Universe Indonesia 2024 has a mission to promote environmental...
read moreTHE SALONESATELLITE PERMANENT COLLECTION DEBUTS IN HONG KONG
The SaloneSatellite Permanent Collection 1998-2024 Exhibition in Hong Kong to commemorate the 25th anniversary of SaloneSatellite. Showing more than 100...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more