presented by

RUANG DIALOG KITA BERKEBAYA OLEH BAKTI BUDAYA DJARUM FOUNDATION BERSAMA NARASI

SHARE THIS
78

Published by Sugar & Cream, Tuesday 05 August 2025

Images courtesy of Bakti Budaya Djarum Foundation

Tentang Identitas, Budaya, dan Keberdayaan Perempuan

Setelah sukses merilis film pendek #KitaBerkebaya di kanal YouTube Indonesia Kaya dalam rangka Hari Kebaya Nasional, yang kini telah ditonton lebih dari 1.5 juta viewers—kini Bakti Budaya Djarum Foundation melanjutkan semangat perayaan kebaya dengan menggelar program Kita Berkebaya di Posco Bandung bersama Narasi.

Acara ini menghadirkan sesi perbincangan yang membahas pemberdayaan perempuan lewat kebaya bersama Andien, Yanti Moeljono, Ketua Komunitas Kebaya Menari, dan Tara Basro. Tak ketinggalan dengan penampilan hiburan dari Skeletale dan suara merdu Rahmania Astrini. Dengan menghadirkan suara-suara perempuan yang berani, reflektif, dan otentik, gerakan Kita Berkebaya ini membuka ruang baru bagi kebaya untuk terus hidup dalam berbagai bentuk.

“Gerakan Kita Berkebaya mencoba menghadirkan kebaya bukan sebagai sesuatu yang kaku atau eksklusif, tapi wadah ekspresi diri. Harapan kami untuk masa depan kebaya adalah agar ia bisa menjadi bagian dari identitas sehari-hari perempuan Indonesia. Kami ingin melihat kebaya dikenakan bukan hanya di acara formal, tapi juga dalam kehidupan yang dinamis, penuh warna, dan autentik, seperti perempuan-perempuan hebat yang mengenakannya. Kebaya bisa terus hadir dalam aktivitas sehari-hari, bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang memberdayakan, baik dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia. Kebaya itu tidak hanya hidup, tapi juga menghidupi,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.

Presented by Coulisse | INK

Sesi perbincangan dengan Andien dan Yanti Moeljono dengan tajuk Berdaya Lewat Kebaya: Perempuan, Identitas, dan Inspirasi Generasi, membahas akar budaya kebaya yang panjang dalam sejarah Nusantara. Ia hadir sebagai simbol keanggunan, martabat, dan jati diri perempuan Indonesia dari berbagai latar sosial dan daerah. Lebih dari sekadar busana, kebaya menyimpan nilai filosofis yang merepresentasikan kelembutan, keteguhan, dan peran perempuan dalam menjaga nilai-nilai budaya.

Perbincangan ini menyoroti perjalanan perempuan muda dalam mencari jati diri, di mana Ia mengenali akar budaya menjadi tuntunan yang menenangkan dan menguatkan.

“Aku percaya setiap perempuan punya perjalanan unik dalam menemukan dirinya, dan proses itu nggak pernah instan. Justru di tengah pencarian itu, penting banget punya pegangan dan kebaya bisa jadi salah satunya. Buatku, kebaya bukan cuma tentang tradisi, tapi tentang mengenal siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang ingin kita wariskan. Melalui gerakan Kita Berkebaya, kita ingin bilang bahwa mengenal budaya bukan berarti kembali ke masa lalu, tapi membawanya ke masa depan dengan versi kita sendiri. Harapanku, kebaya bisa terus hidup, bukan karena dipaksa, tapi karena dicintai,” ujar Andien.

Diskusi selanjutnya bertajuk Berdaya Lewat Kebaya: Menjadi Sosok Otentik Perempuan Berkebaya yang menghadirkan Tara Basro, aktris dan aktivis yang terkenal akan keberaniannya bersuara jujur tentang tubuh, identitas, dan tekanan industri hiburan. Ia berbagi soal menjadi perempuan otentik yang tetap berpegang nilai budaya ditengah spotlight. Kebaya bisa menjadi pernyataan kuat untuk menunjukkan siapa kita luar dalam.

“Buat aku, kebaya itu punya ruang tersendiri di hati, karena dia bukan sekedar baju, tapi punya cerita. Di dunia yang serba cepat dan serba instan, justru kebaya mengajarkan kita sadar sama akar kita. Anak muda sekarang tuh kreatif banget, dan menurut aku kebaya bisa banget jadi media ekspresi yang personal. Kita bisa mix and match, tapi tetap bawa nilai budaya. Jadi kebaya itu bukan soal harus tampil tradisional, tapi soal cara kita menghidupkan lagi sesuatu yang bermakna dengan cara kita sendiri. Itu yang bikin dia tetap relevan dan powerful,” ujar Tara Basro.

Coulisse | INK