Selasar Sunaryo 20th Anniversary Exhibition – Lawangkala
Published by Sugar & Cream, Saturday 06 October 2018
Text by Auliya Putri, Images Courtesy of Selasar Sunaryo Art Space
A Solo Exhibition by Sunaryo
Sudah selama dua puluh tahun lamanya seniman ternama Indonesia, Sunaryo, sukses merealisasikan mimpinya untuk memberikan arena kepada seniman dalam berkarya yang Ia wujudkan dalam bentuk Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Untuk menandai perayaan tersebut, galeri ini mengadakan pameran tunggal oleh sang maestro berjudul LAWANGKALA, yang berlangsung hingga 23 Desember 2018.
Mengawali perjalanan SSAS dengan sebuah pameran berjudul Titik Nadir ditahun 1998, menampilkan karya yang seluruhnya dibungkus kain hitam termasuk bangunan galerinya. Ia ingin menceritakan kegelisahaannya akan kondisi politik Indonesia pasca Soeharto mengundurkan diri. Lalu 20 tahun kemudian, di tempat yang sama Sunaryo mengajak Anda untuk kembali meneliti tentang waktu, menelusuri makna kehidupan, memikirkan tentang kesementaraan, kefanaan, seperti hidup manusia yang memang hanya selewat saja.
Sunaryo
Pertama memasuki wilayah pameran, Anda akan dibawa ke dalam sebuah instalasi yang terinspirasi oleh bubu, perangkap bambu yang masih banyak digunakan masyarakat Indonesia. “Pintu masuk ini mengharuskan kita untuk terus berjalan ke depan, melewati rute yang berkelok, karena memang sekali masuk, kita tidak bisa keluar tanpa memaksa, tanpa terluka,” jelas Sunaryo saat media tour, 15 September 2018 lalu. Layaknya bagaimana manusia menjalankan hidup, tanpa pilihan, terus maju, tanpa bisa memutar balikan waktu, tambahnya.
Setelahnya, Anda akan dibawa keruangan selanjutya – ruang B, ruang sayap dan di lantai bawah ruang utama – dimana seri karya lukis Sunaryo dipamerkan. “Keseluruhan ide dari lukisan saya, saya dapat dari energi yang saya dapat ketika berhadapan dengan alam,” jelas Sunaryo.
Mata Waktu yang Fana (2018)
Agung Hujatnikajennong sebagai kurator menjelaskan bahwa Sunaryo menggarap bagian-bagian rinci lukisan dengan menyayat dan merobek kanvas lalu ditambalnya kembali dengan material lain. “Menyayat kanvas dan menjahitnya kembali itu mungkin seperti keinginan dan upaya sia-sia manusia untuk mengulangi waktu yang telah terlanjur berjalan,” lanjutnya. Ia juga mengatakan bahwa seri lukisan ini adalah bagaimana sang seniman menyuarakan kesadaran atas ruang dan waktu, bagaimana seharusnya manusia menyadari keberadaannya yang sangat kecil, dan kenyataan yang ada di alam semesta ini.
Diamlah Luka #1 (2018)
Kaladampit (front side) (2018)

MOOOI – THE SERPENTINE LIGHT 8 LARGE BY FRONT
MOOOI unveils a bigger edition to the family: Serpentine Light 8 Large. The perfect centrepiece is ready to keep you intrigued with every glance.
read more
THRESIA MARETA DIANUGERAHI PENGHARGAAN BERGENGSI DARI PRANCIS ATAS DEDIKASI DALAM DUNIA MODE DAN BUDAYA
Penghargaan Knight of the Ordre des Arts et des Lettres untuk Thresia Mareta atas dedikasinya dalam melestarikan dan mengembangkan warisan budaya...
read more
MM GALLERI IDD PIK2 – THE SOFT OPENING & UPCLOSE WITH HENGKY DJAJA, PRESIDENT DIRECTOR
Sneak peek the world’s thinnest marble only at MM Galleri and it’s premium collection of natural stones as well as its premium engineered stones.
read more
A CELEBRATION OF THE GRAND OPENING OF PAVILION 120 AT IDD, PIK2
The Grand Opening of Pavilion 120 at IDD PIK 2 offers an interactive experience and a rich visual story, making it a unique and captivating event.
read more
W RESIDENCE IN SOUTH JAKARTA BY MICHAEL CHANDRA
Michael Chandra, founder of MNCO Studio Design has created the W Residence with an aesthetically pleasing, practical, and pleasant home from all...
read more
A Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read more