1968 -2018 : Tempo Eau de Parfum & Fleur de Peau Eau de Parfum
Published by Sugar & Cream, Wednesday 13 June 2018
Text by Astrid L, Images courtesy of Diptyque
Diptyque’s Fragrances Celebrate Golden Anniversary
Menyaksikan sejarah melalui bingkai jendela. Menjelajahi dunia, setiap benua, bertemu dan dicintai oleh begitu banyak orang dari beragam budaya. Mengumpulkan ide dan melipat gandakan kejutan di sepanjang perjalanannya. Namun tidak bertambah tua seiring waktu. Yang ada hanyalah kedewasaan. Happy 50th anniversary, Diptyque’s Fragrances!
Tempo dan Fleur de Peau dari Diptyque bisa dibeli di Papilion duo, Pacific Place, Jakarta.
Meski telah mencapai usia 50 tahun, Diptyque tidak pernah kehilangan vitalitas dan semangatnya yang menyala-nyala. Setia pada rasa ingin tahu serta kesan yang mewah, kali ini untuk merayakan usia yang baru, Diptyque melansir dua koleksi baru, yang merupakan koleksi ke-36 dan ke-37 dari brand yang senantiasa berkembang ini.
Tempo dan Fleur de Peau, bukan hanya baru dan sangat modern, namun juga menjadi pengingat utama bagi kakak tertua mereka, L’Eau, yang lahir pada tahun 1968, bertepatan dengan revolusi Paris yang terkenal. L’Eau menjadi cikal bakal munculnya parfum penuh kejutan yang menjadi ciri khas Diptyque.
Tempo
Melalui Tempo, Diptyque mengunjungi tema tanaman mint patchouli, namun tentu saja tetap menonjolkan kecantikan yang tersembunyi. Menggabungkan tiga ekstraksi berbeda, yang masing-masing dikelola oleh Givaudan di Sulawesi, Indonesia, Tempo menghadirkan vibrasi yang persisten, seperti gema musik yang abadi. Setitik kelembapan tanah di tengah hutan yang primitif, terlindung di bawah bayang-bayang suku terasing yang masing tinggal di sana. Mereka menamakannya Nilam. Ditingkahi dengan kekuatan wangi kayu, dengan sedikit campuran impresi biji coklat yang khas. Peppercorn merah muda, bergamot serta melati menambahkan aroma serta warna. Seikat sage dan ambrofix memberikan nuansa alami: hangat, lembut, bahkan sedikit hewani. Kontras antara karakter yang beraroma kuat serta kelembutan daun violet dan aspek tanah – menghasilkan sensasi olfaktori yang sempurna!
Fleur de Peau
Sementara itu Fleur de Peau menawarkan sesuatu yang berbeda. Aroma kulit, aroma musk yang menggoda, mengingatkan pada aroma percintaan yang sensual: belakang lutut, telapak tangan. Namun apa rahasianya untuk menghasilkan aroma musk tanpa menurunkan kualitas diri? Dengan mengikutsertakan sedikit nuansa iris, matte serta cool, seperti yang dilakukan oleh pembuat sarung tangan untuk mengharumkan kulitnya. Dibubuhi oleh jeruk mandarin serta bergamot, dan secercah peppercorn merah muda di antara kelopak dan biji. Aldehyde. Semuanya terbangun, dan diikuti oleh kontras tak biasa yang membangkitkan aura lembap namun sempurna.Dipilih secara khusus oleh Olivier Pescheux, musk menghasilkan kesan seperti singa: satu detik liar, detik berikutnya bergelung seperti malaikat yang melindungi anaknya. Ambrettolide memberikan aroma musky pada biji ambrette, yang meluruh menjadi aroma seperti di gudang anggur- aristokrat, mewah. Ditingkahi oleh mawar Turki yang membuat segalanya menjadi cerah. Tak salah parfum ini dijuluki sebagai Peace & Love perfume.
Olivier Pescheux (the perfumer)
Setiap material yang digunakan seperti pulasan cat pada palet seorang pelukis. Hirup aromanya, dan nikmati simbol yang ditampilkan.
Untuk Tempo, logonya merupakan visi seorang shaman (guru di India), berkomunikasi secara ritual dengan hutan tempat patchouli lahir. Semesta terlihat padat, tak terbatas, penuh rahasia.
Safia Quares (the illustrator for Tempo)
Sedangkan Fleur de Peau terinspirasi dari kata “psychedelic”, berasal dari bahasa Yunani kuno yang menggambarkan seorang putri yang jatuh cinta pada anak laki-laki Dewi Aphrodite. Mereka bertemu diam-diam di tengah malam. Sang putri merengkuh kekasihnya di alam mimpi.
Dimitri Rybaltchenko (the illustrator for Fleur de Peau )
RESTAURANT IRIS BY NORM ARCHITECTS
The Michelin-starred Restaurant Iris in Norway's Hardangerfjord offers sustainable gourmet excellence, with interiors by Norm Architects and innovative...
read moreSONNE: CREATIVE OASIS IN THE HUSTLE AND BUSTLE OF KEROBOKAN
The SONNE showroom, initiated by jenama SANDEI in Kerobokan, bridges Balinese architecture and design with visitors, providing a serene space for...
read moreTHE LAUNCHING OF "MOLTENI MONDO: An Italian Story" – THE FIRST MONOGRAPHY OF MOLTENI &C
Molteni&C marks its 90th anniversary with the release of its first monograph, "Molteni Mondo: An Italian Design Story," at its Jakarta flagship store.
read moreDJALIN X AYU JODDY – THE SPINE COLLECTION
DJALIN and Ayu Joddy collaborate on the Spine collection, featuring rattan furniture resembling the spine and ergonomic cushions for a harmonious balance...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more