Viro Presents The GreenHouse Pop-up Restaurant at Art Jakarta 2018
Published by Sugar & Cream, Friday 03 August 2018
Text by Auliya Putri, Images Courtesy of Viro
Featuring Kezia Karin Studio and Larch Studio
Pagelaran pameran seni Art Jakarta 2018 sudah dimulai. Viro, sebagai mitra resmi, mempersembahkan sebuah karya berjudul The GreenHouse yang merupakan hasil kolaborasi bersama Kezia Karin Studio dan Larch Studio. Sebuah pop-up restoran yang bermaterialkan eco faux yang ramah linkungan serta mengusung konsep taman di dalam ruangan seluas 200 meter persegi yang mampu menampung tamu hingga 60 orang. Proyek ini pun melibatkan 50 penganyam yang mengerjakan kerangka, archeneering, menganyam, hingga proses instalasi.
Hasil kolaborasi dari Viro, Kezia Karin Studio dan Larch Studio ini dapat dinikmati selama Art Jakarta 2018 berlangsung pada 2 – 4 Agustus di The Ritz-Carlton Ballroom, Pacific Place, Jakarta Selatan.
Sugar&Cream mendapat kesempatan untuk terlebih dahulu merasakan suasana The GreenHouse ini dalam balutan jamuan ringan bersama Viro, Kezia Karin, dan Satya Putra. Dalam jamuan ini Viro menjelaskan, “Melalui restoran berkonsep taman ini, Viro kembali mengukuhkan komitmen kami untuk membuktikan kemampuan anyaman untuk bersinergi bersama perkembangan desain masa kini, baik untuk desain luar ruang maupun dalam ruang”.
Sebagai yang bertanggung jawab dalam merancang interiornya, Kezia Karin mengambil inspirasi dari bentuk sangkar burung yang sering Ia temukan di masa kecilnya. Kezia juga menambahkan aksen tradisional dari motif kebaya yang ditaruh pada ornamen bunga-bunga berwarna merah, oranye, dan krem. “Dengan menggabungkan antara teknik anyam tradisional dan mereproduksi teknik sulam pita dengan material eco faux, tampilan The GreenHouse merupakan perpaduan antara pendekatan bentuk modern dan nilai budaya Indonesia,” tuturnya.
Sedangkan Larch Studio mengambil bagian dalam desain lanskap untuk instalasi ini. Satya Putra dari Larch Studio mengungkapkan dirinya merancang satu bangku berbentuk angka 8 yang juga sekaligus digunakan sebagai pot tanaman. Ia mengungapkan, “Tantangan dalam pengaturan lanskap adalah bagaimana bahan yang digunakan dapat diandalkan untuk menerima kondisi luar ruang seperti cuaca yang sering kali berubah, kadang basah namun kadang panas. Selain itu, penting juga bahan yang tidak memerlukan perawatan intensif namun tetap memiliki nilai estetis. Dengan kualitas sebaik ini, saya rasa bahan Viro dapat menjadi salah satu alternatif untuk digunakan di area luar ruangan.”
Viro memanfaatkan eco faux, material kategori baru yang diciptakan dari serat natural dan non-natural HDPE (High Density Polyethylene) yang memungkinkan produk dapat dibentuk secara fleksibel dengan pola yang beragam sesuai dengan imajinasi perancang dan tren desain yang ada. Selain itu, material ini juga ramah terhadap lingkungan karena memiliki masa pakai yang tahan lama hingga 140 tahun serta kualifikasi khusus seperti tahan segala cuaca, mampu menahan rambatan api, dan aman terhadap kontak makanan.
SERIP X SAMMY H. SYAMSULHADI: SERIP CHANDELIER ANTHURIUM
Dalam pameran TCOI 2024, untuk pertama kalinya jenama lighting ternama Serip menggandeng desainer Indonesia Sammy Hendramianto Syamsulhadi dalam...
read moreDINESEN UNVEILS NEW DINESEN APARTMENT BY JOHN PAWSON
Dinesen X John Pawson: Dinesen Apartment by John Pawson, a show case of the latest Pawson's aesthetic philosophies with Made to Order Pawson Furniture...
read moreTHE LAUNCHING OF "MOLTENI MONDO: An Italian Story" – THE FIRST MONOGRAPHY OF MOLTENI &C
Molteni&C marks its 90th anniversary with the release of its first monograph, "Molteni Mondo: An Italian Design Story," at its Jakarta flagship store.
read moreDJALIN X AYU JODDY – THE SPINE COLLECTION
DJALIN and Ayu Joddy collaborate on the Spine collection, featuring rattan furniture resembling the spine and ergonomic cushions for a harmonious balance...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more