presented by

Paviliun Indonesia at Venice Biennale 2019

SHARE THIS
3.42K

Published by Sugar & Cream, Wednesday 15 May 2019

Text by Auliya Putri, images courtesy of Bekraf

Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba

Indonesia kembali berpartisipasi dalam pagelaran seni tertua dan terbesar di dunia, La Biennale di Venezia atau yang lebih dikenal dengan nama Venice Biennale. Mengangkat tema “Lost Verses: Akal Tak Sekali Datang, Runding Tak Sekali Tiba”, Paviliun Indonesia bisa Anda kunjungi hingga 24 November 2019 di Ruang 340, Isolotto, The Arsenale – yakni area pameran yang merupakan bekas gudang persenjataan tertua di Venesia.

Karya-karya yang dipamerkan merupakan karya hasil kolaborasi dari seniman Handiwirman Saputra dan Syagini Ratna Wulan, dan dikuratori oleh Asmuno Jono Irianto serta Yacobus Ari Respati. Karya yang ditampilkan meliputi lima komponen karya yaitu Meja Runding, Buaian, Susunan Kabinet, Ruang Merokok, dan Mesin Narasi.


Presented by Interni Cipta Selaras

Dalam pers konferensi 24 April 2019 lalu, Asmuno Jono Irianto mengatakan bahwa karya-karya ini merupakan refleksi kritis tentang praktek seni kontemporer khususnya di Indonesia. Tentang bagaimana seni kontemporer berkontribusi dalam dunia sosial dan politik di Indonesia. Juga tentang bagaimana selalu ada dua sisi dalam setiap permasalahan yang terjadi di dunia ini.

Para pengunjung Paviliun Indonesia diundang untuk menikmati karya yang hadir layaknya permainan atau labirin pemikiran melalui obyek-obyek yang ditampilkan, representasi tim artistik akan representasi makna seni kontemporer di Indonesia dan persilangannya dengan seni rupa kontemporer dunia. Hal ini selaras dengan tema besar Venice Biennale 2019, yakni “May You Live in Interesting Time”.

Pada 8 Mei 2019, Paviliun Indonesia resmi dibuka dengan pemotongan tumpeng yang dilanjutkan dengan sambutan dari Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia, Triawan Munaf. “Paviliun ini merupakan representasi dari ciri khas bangsa Indonesia yang mengutamakan kebersamaan dalam keragaman—bhinneka tunggal ika: paviliun tidak lagi menonjolkan sosok individu sebagaimana partisipasi kami sebelumnya, melainkan merupakan akumulasi dari buah pikir banyak kepala di dalam satu kelompok kerja yang bernegosiasi di tengah kebhinekaan. Ini juga tidak hanya hadir sebagai ekspresi untuk membicarakan respons terhadap keadaan di masyarakat, melainkan sebuah ruang dialog antarbangsa di tengah kondisi global saat ini,” ujar Triawan Munaf di dalam sambutannya.

Anda bisa mengikuti kabar terbaru dari Venice Biennale 2019, Italia, melalui kanal media sosial @bekrafID dan @lostverses2019 atau dengan tagar #LostVerses dan #VeniceBiennale2019.

Coulisse | INKZipblind & VF