PAMERAN ASAMANAM : MENGENAL LEBIH JAUH BUDAYA ASMAT
Published by Sugar & Cream, Wednesday 09 October 2024
Images courtesy of Yayasan Widya Cahya Nusantara
Menyuguhkan Keunikan Seni Asmat
Sebagai bagian dari upaya melestarikan dan memperkenalkan budaya Asmat kepada dunia, Yayasan Widya Cahya Nusantara, Uma Nusantara, Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat dan Tirto Utomo Foundation mempersembahkan pameran bertajuk “Asamanam” di Tangerang yang berlangsung pada 6–16 September 2024. Pameran ini merupakan langkah awal dari kolaborasi untuk mendukung revitalisasi dan pengembangan Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat di Agats, Papua.
Didasari oleh konsep “Living Culture” (budaya hidup) dan “Living Museum” (museum hidup), Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat yang telah berdiri di Agats akan dikembangkan agar lebih dari sekadar tempat penyimpanan artefak budaya. Melalui kerja sama ini, museum diharapkan menjadi ruang dinamis yang memfasilitasi proses berbudaya secara menyeluruh. Inisiatif ini bertujuan menjadikan museum sebagai pusat pengembangan budaya dan menjadi tuan rumah bagi kekayaan budaya Asmat di dunia.
Pameran Asamanam: Menyuguhkan Keunikan Seni Asmat
Pameran “Asamanam” yang berlangsung pada 6–16 September 2024 di Han Awal & Partners, Tangerang, Banten menampilkan beragam karya seni Asmat, termasuk instalasi patung ukiran dan rumah tradisional Asmat, yang mencerminkan keunikan budaya Asmat. Pameran ini juga menampilkan “Lorong Kehidupan,” sebuah instalasi yang membawa pengunjung ke dalam perjalanan simbolis memahami Asmat, dimulai dari kelahiran hingga kematian, serta hubungan dengan leluhur. Narasi visual yang disuguhkan oleh seniman Asmat ini mengajak pengunjung untuk menyelami makna keseimbangan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Asmat.
Presented by Som Santoso
Pameran ini tidak hanya berfungsi sebagai ajang untuk menampilkan seni, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun dialog antar budaya dan mengedukasi publik mengenai pentingnya melestarikan warisan Asmat. Melalui video, ukiran, dan berbagai karya seni lainnya, pengunjung dapat lebih memahami filosofi Asamanam yang menjadi dasar kehidupan masyarakat Asmat.
Suku Asmat dan Filosofi Asamanam
Asamanam, yang berarti “keseimbangan,” adalah inti dari filosofi hidup masyarakat Asmat. Filosofi ini mengajarkan pentingnya menjaga keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk hubungan antara pria dan wanita, manusia dengan manusia, manusia dengan alam, leluhur, dan Tuhan. Bagi masyarakat Asmat, keseimbangan ini adalah fondasi yang menjaga harmoni dalam kehidupan sehari-hari, dan tanpa keseimbangan, kehidupan akan kehilangan arah.
Keseimbangan ini tercermin dalam berbagai aspek budaya Asmat, termasuk dalam karya seni mereka. Setiap karya seni Asmat, baik itu ukiran maupun ritual, mengandung simbol-simbol yang mencerminkan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan leluhur. Seni Asmat bukan sekadar hiasan, tetapi medium untuk mengekspresikan nilai-nilai keseimbangan dan hubungan yang saling terikat. Seni ini mengajarkan bahwa untuk maju, seseorang harus selalu menghormati masa lalu—mengambil pelajaran dari leluhur sebagai dasar perjalanan ke depan.
Pameran Asamanam berupaya mengabadikan filosofi ini, membangun jembatan antara tradisi lama dan kehidupan modern, serta menunjukkan bagaimana masyarakat Asmat mempertahankan identitas dan nilai-nilai mereka di tengah perubahan zaman.
Menuju Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat di Agats, Papua
Museum Kebudayaan dan Kemajuan Asmat di Agats dirancang untuk menjadi lebih dari sekadar tempat penyimpanan artefak. Mengusung konsep “Living Museum,” museum ini akan menjadi ruang yang hidup, di mana pengunjung dapat belajar langsung dari masyarakat Asmat melalui berbagai kegiatan sehari-hari. Museum ini tidak hanya mengoleksi benda budaya tetapi juga menyediakan wadah untuk praktik seni, pameran, dan interaksi langsung dengan budaya Asmat, sehingga menciptakan pengalaman yang autentik dan mendalam.
David Jimanipits, Ketua Lembaga Musyawarah Adat Asmat (LMAA), menyatakan, “Harapan saya untuk Museum Asmat adalah menjadi sebuah pusat di mana berbagai macam orang bisa datang dan belajar dari museum kami. Saya tidak ingin museum ini menjadi sesuatu yang baku dan hanya memajang patung-patung sebagai objek. Kami butuh tempat-tempat berlatih seni, pentas tari, sehingga museum dapat menjadi tempat yang hidup. Patung itu kan mati, tetapi bagaimana cara kita menampilkan budaya yang hidup? Museum perlu mengambil andil untuk menata ini kedepannya. Antara lain, dengan membangun perpustakaan dan program-program lain yang dapat dikembangkan untuk memacu minat sehingga kedepannya anak-anak Asmat juga bisa berpikir, belajar, dan turut menekuni antropologi budaya sendiri. Dengan begitu, museum ini bisa lebih dari sekadar tempat untuk berbangga diri, tapi juga hidup sesuai dengan kebudayaan kita yang terus berlangsung.”
Saat ini, karya seni Asmat telah diakui dan dipamerkan di berbagai museum dan pameran internasional, seperti di Amerika Utara, Italia, dan Vatikan, di mana karya-karya tersebut dianggap sebagai sesuatu yang istimewa. Namun, sebagai pemilik warisan ini, Indonesia memiliki tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan, dan memperkenalkan budaya Asmat kepada dunia. Pameran ini bertujuan untuk mengenalkan budaya Asmat lebih luas, sekaligus menegaskan bahwa budaya Asmat adalah bagian dari budaya Indonesia yang perlu kita banggakan dan lestarikan.
Brunoto Suwandrei Arifin, Ketua Yayasan Widya Cahya Nusantara (YWCaN), menyatakan, “Kita, Indonesia, yang memiliki budaya ini. Maka itu kami merasakan pentingnya keberadaan museum di area sumber karya seni Asmat. Karena dengan adanya museum ini dapat mengangkat eksistensi artworks Asmat yang mengagumkan, dr seni pahat maupun seni anyaman. Dengan semakin terlihat eksistensinya, akan semakin banyak wisatawan yang akan tertarik untuk berkunjung dan membeli patung. Cara ini merupakan salah satu cara untuk menaikan tingkat ekonomi Asmat yang sekarang ini sangat memprihatinkan.”
Pameran “Asamanam” dan pengembangan museum ini adalah langkah nyata untuk melestarikan dan menghidupkan kembali budaya Asmat, serta memastikan bahwa kekayaan budaya ini tetap dikenal dan dihargai oleh generasi mendatang.
THE LAUNCHING OF "MOLTENI MONDO: An Italian Story" – THE FIRST MONOGRAPHY OF MOLTENI &C
Molteni&C marks its 90th anniversary with the release of its first monograph, "Molteni Mondo: An Italian Design Story," at its Jakarta flagship store.
read moreLOCAVORE NXT WINS ETHICAL & SUSTAINABILITY AWARD 2025 BY La Liste
La Liste has awarded Locavore NXT the Ethical & Sustainability Award 2025, recognizing their commitment to ethical, sustainable, and supportive practices,...
read moreSEJAUH MATA MEMANDANG PRESENTS ''Republik Sebelah Mata'' AT JFW 2025
Sejauh Mata Memandang, in collaboration with Eko Nugroho and Felix Tjahyadi, presented a special collection at JFW2025, "Republik Sebelah Mata,"...
read moreURBAN PULSE: SPECTRUM OF CONTEMPORARY ART IN SINGAPORE
Visit 'URBAN PULSE: Spectrum of Contemporary Art in Singapore" featuring some artistic works by Singaporean artists at WTC 2 (World Trade Center,...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more