Julian Abraham ‘Togar’ : ‘Tracking Sound’ (Melintas Bunyi)
Published by Sugar & Cream, Friday 02 August 2019
Text by Togar, photography by Afil Wijaya
A Solo Exhibition at Rubanah Underground Hub : 27 April – 18 May 2019
KURATORIAL
Pengalaman mendengar adalah pengalaman fisik. Pada 2017, saya mengadakan pameran di Kedai Kebun Forum yang judulnya ‘Sebelum Gendang’. Pada pameran itu, saya ingin menyampaikan hasil percobaan saya dalam mengamati kejasmanian bunyi dan menampilkan (wujud/) raga bunyi dari sudut pandang lain. Pada 2018, saya berpameran tunggal di Cemeti Institut untuk Seni dan Masyarakat dengan judul ~IIINNNGGG~ Dalam pameran itu, saya mempertanyakan lagi: Is sound a matter? Does sound matter? Sengaja saya bertanya dalam bahasa Inggris supaya terdengar sederhana sekaligus rumit di saat yang bersamaan. Soalnya, kata matter dalam bahasa Inggris punya dua arti, yaitu ‘bahan’ atau ‘material’ dan ‘yang penting’ atau ‘yang signifikan’.
Julian Abraham ‘Togar’
Selain menghadirkan karya-karya baru, saya juga mengadakan serangkaian pengajian mengenai bunyi bersama teman-teman Masjid Jendral Sudirman. Berikut ini adalah penggalan naskah saya dalam Ngaji Bunyi #1:
Kalau dari perspektif fisika, kita bisa mengacu pada kesimpulan bahwa bunyi adalah sebuah energi, bukan zat. Dalam fisika kita mengenal hukum kekekalan energi, yang menyatakan bahwa energi itu tidak bisa diciptakan atau dimusnahkan, namun, energi bisa diubah dari satu bentuk energi ke bentuk energi lainnya. Seperti listrik yang dihasilkan oleh matahari, angin, uap, atau gas dsb. Berarti, ada kemungkinan untuk menggunakan bunyi sebagai pembangkit listrik, PLTB, Pembangkit listrik tenaga bunyi. [Listrik kemudian membuat pembesaran/ amplifikasi bunyi alat musik menjadi masuk akal.]
Acoustic Analog Digitally Composed #11 2019
Sound installation, bicycle handlebar, woodblock, plastic mallets, solenoid motor, micro-controller, steel support
Acoustic Analog Digitally Composed #10 After Haryo ‘Yose’ Soejoto 2019
Sound installation, found objects, solenoid motor, micro-controller, steel support
Amplifikasi elektronik pernah menjadi perdebatan di kalangan musik karena dianggap sebagai sebuah ancaman dari kemurnian ekspresi manusia. Pertama, ia menciptakan jarak antara manusia dan bunyinya. Dan, kedua, ia dianggap sebagai topeng yang menutupi ketidakmampuan manusia dalam perihal teknik bermusik. Ia juga mengambil alih suara manusia, yang secara otomatis mengambil alih ekspresi, emosi dan subjektifitas. Suara menjadi tempelan, bersifat prostesis, dimediasi oleh mesin, menggoyahkan arti dari niatan, atau autentisitas suara kita. Apa yang kita dengar adalah getaran udara yang sudah diproses secara elektrik, menjadikan bunyi sebagai material dan menjadi sesuatu yang baru bagi tubuh kita.
Acoustic Analog Digitally Composed #12/After Danarto 2019
Sound installation, wooden drum, DC motor, micro-controller, steel suppor
Bagaimana ia bisa disebut sebagai sound object? Tepat pada 15 Mei 1948, seorang komposer, penulis, teoris, filsuf bernama Pierre Schaeffer juga bekerja sebagai insinyur di Radio France, mengumumkan: “I have coined the term musique concrète for this commitment to compose with materials taken from ‘given’ experimental sound in order to emphasize our dependence, no longer on preconceived sound abstractions, but on sound fragments that exist in reality and that are considered as discrete and complete sound objects…”
Acoustic Analog Digitally Composed #13 2019
Sound installation, wooden drum, wooden mallets, solenoid motor, DC motor, micro-controller, steel support
Musik konrit bisa diartikan sebagai musik riil. Musik nyata. Bukan musik beton, ya! Meskipun kita bisa membuat musik dari beton, tapi ini bukan tentang musik beton. Apa maksudnya dengan musik nyata? Apakah musik- musik sebelumnya tidak nyata? Jenis musik ini dihasilkan dari penggabungan potongan rekaman suara (waktu itu dengan tape kaset) yang diproses sedemikian rupa (dipotong, ditumpuk, didistorsi, diubah kecepatan atau arahnya) kemudian digabungkan menjadi sebuah montase. Materialnya bisa didapat dari rekaman bunyi apapun, seperti kereta api, peluit, suara mesin, suara krincingan dsb. Tapi bagi Schaeffer, musiknya bukan mengenai kereta api atau peluit itu. Ini tentang bunyi. Ini tentang menyimak bunyi dalam pengalaman yang baru sama sekali. Memisahkan bebunyian dari konteks dimana mereka dihasilkan. Perihal ini yang dia namakan acousmatic, yang artinya bunyi dipisahkan dari sumber aslinya. Nah, semakin terpisah ya. Kalau tadi autentisitas lewat elektronik itu dianggap berkurang, dengan adanya teknologi perekaman, bunyi justru terpisah dari konteks di mana bunyi itu dihasilkan.
Ngeeeek/After Bonyong Munni Ardhi 2019
Sound installation, wooden door, contract microphone, DC motor, megaphone, steel support
Persiapan pameran ini membawa saya pada artikel Slamet Abdul Sjukur yang saya cantumkan di sini. Dalam upayanya mengajukan definisi musik kontemporer, ia menelusuri perkembangan musik selama nyaris satu abad. Sementara, paruh pertama Ngaji Bunyi #1 adalah upaya saya untuk melintasi praktik seni yang berangkat dari penjelajahan perihal bunyi.
After Danarto/Cak Iiinnnggg 2019
Sound installation, wooden box, acrylic, canvas, LED, relay, micro-controller, microphone, megaphone
Futurisme dan, kemudian, Schaeffer sama-sama menjadi titik berangkat kami. Artikel ini meyakinkan saya bahwa mengenali ragam praktik seni yang mendahului apa yang saya kerjakan sekarang ini adalah langkah yang wajar sekaligus perlu. Pameran ini adalah pengejawantahan rupa dari pelintasan tsb. Lebih khusus lagi, saya melihat praktik- praktik beragam disiplin seni yang punya persentuhan dengan ruang pamer sebagai gelanggangnya seni rupa di sekitar saya, di Jogja, di Medan, di Solo, di Surabaya, di Bandung, di Jakarta. Sumber- sumber yang mendasari keputusan (artistik) yang saya tempuh juga saya hadirkan di sini dengan harapan bisa memicu rasa penasaran untuk penelusuran lainnya. -21 April 2019, Togar
Presented by Interni Cipta Selaras
Tentang Seniman
Julian Abraham ‘Togar’ ( Lahir Medan, Indonesia, 1987) adalah perupa, musisi dan pseudo scientist. Kata-kata seperti generatif, manipulasi, dan dematerialiasi seringkali dipakai untuk mengidentifikasi karyanya. Menghubungkan satu hal dengan hal lain, diungkapkan dalam algoritma yang kompleks, telah memungkinkan pengalamannya dalam bagaimana seni, lingkungan, ilmu pengetahuan dan teknologi saling berhubungan satu sama lain untuk menyediakan alat-alat baru untuk mendidik dan melibatkan seniman dan masyarakat.
Acoustic Neon 2019
Sound installation, neon LED, acrylic, wooden box, relay, micro-controller, steel support
Dalam pameran ini, Togar melintasi masa untuk menjelajahi ragam praktik seni yang telah mengulik perihal bunyi di sekitar kita. Dua dekade setelah kemerdekaan, ketika Orde Baru mulai ajeg kekuasaannya, ranah musik, seni rupa, dan sastra bertemu dalam konkretisme. Dalam pameran ini, Togar menghadirkan pencariannya dalam bentuk kekaryaan sekaligus sebagai sebentuk penghormatan untuk para seniman yang ia temukan dalam perlintasan bunyi yang ditelusurinya.
Ngaji Bunyi #1: Is sound a matter? Does sound matter? 2018
Video documentation of pengajian (lecture) at Masjid Jendral Sudirman
PAÑPURI'S ART OF GIFTING COLLECTION – JOURNEY TO THE PEAK
Discover three new scents of the PAÑPURI's JOURNEY TO THE PEAK collection, which allows you to share happiness and well-wishes with yourself and your...
read moreNILUFAR AT SALONE ART + DESIGN IN NEW YORK
At Salone Art + Design in New York ( November 8-11, 2025) , Nilufar presented a curated selection of pieces that showcase the gallery’s vision of design...
read moreKAREN NIJSEN IN "Satu Langkah Satu Karya"
Remarkable "Satu Langkah Satu Karya", founded by Karen Nijsen, a finalist for Miss Universe Indonesia 2024 has a mission to promote environmental...
read moreMUSEUM MACAN ANNOUNCES KORAKRIT ARUNANONDCHAI’S FIRST MAJOR SOLO PRESENTATION IN INDONESIA
Museum MACAN presents Korakrit Arunanondchai's artwork, "Sing Dance Cry Breathe |as their world collides onto the screen" for the first time from November...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more