Iwan Tirta Private Collection 2020: Mataguru
Published by Sugar & Cream, Monday 16 December 2019
Text by Farida Esti image courtesy of Iwan Tirta
Appreciation For The Maestro
Meski telah berpulang tahun 2010 lalu, Iwan Tirta masih menjadi sumber inspirasi bagi generasi penerusnya. Dibuktikan pada 28 November 2019 di Fairmont Hotel, Iwan Tirta Private Collection sebagai label luxury batik house menghadirkan koleksi terbaru bertajuk Mataguru. Koleksi ini merupakan bentuk apresiasi kepada sang maestro dari generasi penerusnya.
“Mataguru ini adalah apresiasi kami sebagai generasi penerus kepada sang maestro Iwan Tirta, dalam membawakan batik hingga menjadi suatu warisan budaya yang tetap relevan dari generasi satu ke generasi lainnya,” ujar Widiyana Sudirman, CEO Iwan Tirta Private Collection.
Sebanyak 36 look ditampilkan dalam pagelaran yang mengadopsi konsep pertunjukan wayang kulit ini. Peragaan dibagi ke dalam tiga sequence yaitu Talu, Adeg Jejer, dan Adeg Sabrang, ketiganya mewakili setiap karakter koleksi yang ditampilkan. Dalam pertunjukan wayang kulit, Talu adalah sequence pembuka. Berasal dari bahasa Jawa, ‘talu’ berarti pukulan yang diasosiasikan pada alat musik gamelan. Pada sequence ini koleksi didominasi oleh motif Pohon Hayat dan Gunungan Kekayon yang juga kerap dipakai sebagai simbol pembuka pada pertunjukkan wayang. Dengan palet warna dominan abu-abu, busana hadir dalam siluet blus, kemeja pria, juga midi dress.
Di sequence kedua, yakni Adeg Jejer menampilkan motif-motif Keraton dengan palet khas batik Keraton yang klasik yaitu cokelat. Motif Parang, Mangkuto (mahkota), dan Gurdo yang banyak ditemukan dalam simbol-simbol Keraton Jawa terlihat banyak mewarnai dress, kemeja pria, dan luaran. Material tulle tak sekadar jadi pelapis, tapi juga menjadi bagian busana utuh. Rangkaian koleksi Adeg Jejer adalah simbol tentang perjalanan Iwan Tirta dalam mempelajari batik dari balik tembok Keraton Jawa.
Kemudian koleksi Mataguru ditutup dengan sequence Adeg Sabrang dengan menampilkan motif-motif yang terpengaruh budaya Eropa dan Tionghoa. Seperti motif bunga dan burung dalam kombinasi warna cerah menjadi porsi utama. Beberapa look tampak menyematkan kerah Shanghai atau bentuk kerah khas cheongsam, budaya tradisional Tionghoa. Adeg Sabrang adalah tentang bagaimana Iwan Tirta mengadaptasi paparannya terhadap fashion internasional ke dalam batik tradisional.
Presented by Coulisse
Meski tidak mengadopsi sepenuhnya, konsep pertunjukan wayang dihadirkan melalui permainan light and shadow. Elemen pohon besar diaplikasikan sebagai dekorasi pada panggung sebagai terjemahan dari Pohon Hayat, yang membawakan cerita tentang bagaimana asal-muasal kehidupan alam semesta, juga sebagai simbol siklus perjalanan kehidupan.
ORTENSIA RESTAURANT BY CHRIS SHAO STUDIO
Chris Shao's French-Japanese restaurant, Ortensia, in Shanghai, blends Parisian sophistication, Japanese elegance, and Shanghai's charm, incorporating...
read moreBAROVIER&TOSO PRESENTS BAROVIER&TOSO COLLAGE
Barovier&Toso unveils Barovier&Toso Collage, a visually stunning project showcasing the elegance and versatility of its products, reinterpreting Venetian...
read moreKAREN NIJSEN IN "Satu Langkah Satu Karya"
Remarkable "Satu Langkah Satu Karya", founded by Karen Nijsen, a finalist for Miss Universe Indonesia 2024 has a mission to promote environmental...
read moreMUSEUM MACAN ANNOUNCES KORAKRIT ARUNANONDCHAI’S FIRST MAJOR SOLO PRESENTATION IN INDONESIA
Museum MACAN presents Korakrit Arunanondchai's artwork, "Sing Dance Cry Breathe |as their world collides onto the screen" for the first time from November...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more