Bunga Yuridespita – December

SHARE THIS
3.70K

Published by Sugar & Cream, Friday 06 December 2019

Text by Gumilar Ganjar , Image courtesy of Bunga Yuridespita

Merepresentasikan Memori, Ruang, Dan Diri melalui Bentuk Murni : Rubanah-Underground Hub 02-23 November 2019

Ruang dan diri selalu berada dalam dialog konstan. Ruang adalah hal yang turut mengarahkan perilaku manusia baik secara komunal maupun secara individual. Tak jarang, interaksi ruang ini melahirkan memori yang berkesan bagi kita. Dalam keseharian, kita berinteraksi dengan beragam ruang secara  terus-menerus. Melaluinya pengalaman baru kemudian diperoleh, terkumpul, dan ‘mengendap’ dalam diri. Kumpulan memori ini pada gilirannya akan juga mendefinisikan identitas kita. Baik disadari maupun tidak, we are what we remember.

Persinggungan antara diri, ruang, memori, dan identitas adalah inti dari kekaryaan Bunga Yuridespita belakangan ini. Ia menjadikan karyanya sebagai medium untuk mecerminkan dan merenungkan diri dengan menjadikan memori sebagai titik berangkatnya. Dalam merepresentasikan memori ini, Bunga kemudian memilih untuk menjangkarkannya pada ruang-ruang spesifik yang mengandung memori personal bagi dirinya. Bagi Bunga, pengaruh ruang pada personalitas seseorang adalah sangat signifikan. Perspektif yang demikian tentu dipengaruh dari latar belakangnya sebagai lulusan arsitektur.

Dengan mempelajari bidang tersebut, Bunga terbiasa untuk dapat memahami ruang dari skala makro, dimana Ia dituntut untuk dapat menempatkan diri sebagai pengamat dari sudut yang pandang yang lebih luas, baik dalam kaitannya dengan lingkungan maupun pada perilaku manusia yang terjadi di dalamnya. Kesadaran ini mendorong Bunga untuk mulai mempertanyakan hubungan antara manusia dengan ruang yang mengitarinya, yang kemudian Ia bawa pada lingkup dirinya sendiri. Ia menelisik dan merenungkan diri dengan mengunjungi memori tentang pengalaman keruangan seraya melakukan pencerminan terhadapnya. Ruang-ruang ini kemudian Ia tangkap melalui  perspektif mata burung, yang secara gradual Ia abstraksikan, hingga akhirnya menyisakan bentuk-bentuk murni yang sulit dilacak lagi jejak representasinya. Bentuk-bentuk ini kemudian Ia labur dengan warna-warna cerah yang kontras, yang Ia pilih melalui intuisinya. Putusan-putusan ini menjadikan proses penciptaan Bunga kian menarik karena melibatkan rasio dan intuisi secara sekaligus, berlarian antara struktur dan dinamika, serta berpijak pada dua hal yang bertolak-belakang sekaligus. 

Proses abstraksi dari ruang menjadi bentuk-bentuk khas dalam karya-karya Bunga, sejatinya menyimpan sejumlah metafor yang dapat kita pelajari. Dengan  engabstraksikan memori melalui ruang, Bunga kemudian ‘menata ulang’ pengalaman-pengalamannya di masa lalu, dengan mencari esensi, membuatnya berkesan menjadi lebih tenang dan menyenangkan, membingkai ulang, dan menyusunnya menjadi sesuatu yang seimbang. Masa lalu yang tercatat dalam memori adalah hal yang tidak mungkin dapat kita manipulasi. Ia sudah ditetapkan terjadi dan turut mendefiniskan kita hari ini. Hal yang dapat kita lakukan adalah merenungkan, mengambil pelajaran, dan bercermin dari memori-memori kita di masa lalu, baik terhadap memori yang sifatnya menyenangkan maupun yang amat traumatik sekalipun.


Hal lain yang juga patut disoroti dalam kekaryaan Bunga adalah hasil akhir karya yang memperlihatkan bentuk-bentuk murni non-representatif meski sejatinya bersifat representasional. Luaran ini patut dinyatakan tidak hanya ‘revolusioner’, melainkan juga problematik. Umumnya, memori dapat direseprentasikan secara kongkrit dalam karya, dengan menggunakan rekaman perisitwa misalnya. Namun alih-alih demikian, visualitas kekaryaan Bunga terkesan justru menjauhinya. Paradoks ini yang menjadi nilai lebih lain dalam karya Bunga. Pendekatan abstraksinya tidak dikerjakan dalam upaya pemurnian bentuk dan pencarian esensi, melainkan mengandung misi-misi representasional. Peririsan ini dapat kita lihat sebagai salah satu gejala dari abstrak kontemporer karena berdiri secara langsung pada kutub representasi seni dan keutamaan bentuk yang non-representatif secara sekaligus. Selain kehadiran rasio dan intuisi sebagaimana disebutkan sebelumnya, sifat ini menjadi gejala dualitas lain dalam karya Bunga


Presented by MOIRE Rugs

Pada pameran tunggalnya ini, selain menampilkan karya lukisan, Bunga juga menggarap sebuah proyek site specific yang mengolah karakter khusus dari ruang pamer yang disediakan. Pada eksperimentasinya ini Bunga kemudian memproyeksikan lukisannya ke ‘bidang’ tiga dimensional, dimana kedataran abstrak dalam karyanya kemudian beradu dengan tiang, dinding, langit-langit, dan juga lantai dari ruangan. Karyanya selintas akan terlihat seperti potongan-potongan bidang warna yang saling terpisah serta tercacah dan terkumpul di satu sudut ruang. Keterpisahan ini lambat laun kemudian ‘menyatu’ di sebuah perspektif tertentu, membentuk sebuah konfigurasi formal datar yang khas ditemui dalam lukisannya. Proyek site specific Bunga menawarkan sebuah pengalaman perseptual yang khas, mengasingkan kita dari pencerapan visual yang pada umumnya kita gunakan. 

Putusan menggarap projek khusus ini juga terpantik dari perenungan Bunga pada latar belakanganya sebagai seorang lulusan arsitektur. Meski sejatinya latar ini cukup lekat dengan proses penciptaannya, medium lukisan dan strategi abstraksi yang Ia pilih beresiko menjauhkan relevansi. Bunga kemudian berinisiatif untuk menggarap kepekaan tiga dimensionalnya lebih jauh dan bermain dengan perspektif. Ia memperlakukan variabel matra secara ulang alik, dari yang sebelumnya ‘meruang’ menjadi mendatar dalam lukisannya, kemudian memproyeksikannya kembali ke ruang tiga dimensional. 

Dengan menghadirkan sebuah pengalaman perseptual yang tidak lazim ini, Bunga secara tidak langsung mengingatkan bahwa realitas akan bergantung pada perspektif. Metafor ini kiranya relevan dengan konstruksi nilai dalam kebudayaan kita saat ini: saat kebenaran menjadi serba relatif dan tak selalu pasti. Persepsi semata tidak lagi sanggup menjadi instrumen tunggal untuk ‘melihat’ realita. Perlu dilakukan penyesuaian perspektif dalam membangun makna dari kebenaran yang berlarian di sekitar. 


Pemilihan judul December dalam pameran tunggalnya ini diputuskan Bunga sebagai metode lain untuk merepresentasikan memori dan diri. Jika melalui karya Ia merepresentasikan ruang, dalam judul pameran Ia berupaya merepresentasikan waktu. Ruang dan waktu adalah hal yang juga tidak dapat dipisahkan. Seperti pada bentuk-bentuk yang Ia hadirkan, judul ini juga bersifat idiosinkratik, mengandung signifikansi personal yang amat besar bagi sang seniman. Ungkapan idiosinkratik ini tidak serta merta memberi jarak antara publik dengan pameran beserta karya-karya yang dipresentasikan, namun justru mendorong kita untuk memahami personalitas seseorang dan mencari makna dibaliknya. Dalam konteks Bunga, makna tersebut adalah kaitan antara memori dan diri, antara pengalaman dan ruang, serta relativitas kebenaran.

Coulisse | INKZipblind & VF