“Balinese Masters: Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art”
Published by Sugar & Cream, Wednesday 29 May 2019
Text & Images courtesy of Heri Pemad Management (HPM)
AB•BC Building, ITDC Nusa Dua, Bali : 25 May – 14 July , 2019
This exhibition, Balinese Masters: Lintasan D.N.A Estetik Seni Rupa Bali (Trajectory of Aesthetic D.N.A in Balinese Fine Arts), attempts to examine the aesthetic achievement of art in Bali and reconsider artistic practice as a search of form or visual within the context of: religious ritual, culture or social and economic activity in Bali by escaping from the canonical point of view that dichotomizes, breaching other paradigm boundaries. Instead of considering the practice of Balinese fine arts within Indonesian or global fine arts.
Rifky Effendy
Participant artists from Bali are :
Agung Mangu Putra, Dewa Putu Mokoh, Dewa Ratayoga, Gede Mahendra Yasa, I Made Budi, I Made Djirna, I Made Sumadiyasa, I Nyoman Tusan, I Wayan Sika, Ida Bagus Putu Purwa, Ida Bagus Rai, IGAK Murniasih, Kadek Armika, Kedol Subrata, Ketut Budiana, Ketut Moniarta, Komunitas Patung Padas Batubelah (KPPB), Komunitas Lukis Kaca Batubelah (KLKB), Made Budhiana, Made Griyawan, Made Wianta, Mahendra Mangku, Mangku Mura, Mangku Muriati, Mangku Nyoman Kondra, Nyoman Erawan, Nyoman Gunarsa, Nyoman Nuarta, Putu Sutawijaya, Putu Wirantawan, Wayan Bendi, Wayan Karja, Wayan suklu, I Ketut Muja
Hilmar Farid
Venue : AB.BC Building
Address : Jl. Kawasan Nusa Dua Resort, Kuta Selatan, Badung Bali 80361, ITDC Nusa Dua, Indonesia
Open : 11.00 -21.00
Presented by Coulisse
Amulet, picture, painting, sculpture and architecture of Bali have their own special place in the development of fine art world in Indonesia, or in global. Those forms of art in Bali have been emerging, growing and long lasting because they’ve become an integral part of the society, for religious rituals or custom since centuries ago, then they interact with various aspects of social, economic and cultural change, within the Balinese society themselves or the ones that come from outside of that island, collectively and individually developed.
Made Wianta, Intan, dan Bunga
Within a certain period of time, the (art) history and culture in Bali, a change, caused by power shifting in power, social-political-economic tension and innovations by art practitioner and market, occurred. As a result some unique forms of fine arts, the ones that still inherit the pre- modern classic art, the beginning of modern art, like the era of Pita Maha, or the ones with modern academic spirit, like the movement of Sanggar Dewata Indonesia and contemporary art practices, emerge. Those aesthetic forms exist and long-lasting within its society, therefore one still can witness various aesthetic spectrum of Balinese fine arts. With an excellent sensibility and craftsmanship or mastery in cultivating form and material, and also absorbing various values in their environment.
Through this exhibition, Balinese Masters: Lintasan D.N.A Estetik Seni Rupa Bali (Trajectory of Aesthetic D.N.A in Balinese Fine Arts), we can highlight various aesthetic and artistic achievements of Balinese art practitioners, who still live in Bali or outside Bali. Whether through drawing, painting, carved wooden sculpture, carved iron sculpture and carved stone sculpture, until various installation works. With their artistic tendency and various artistic styles, whether it’s traditional style like Kamasan, Batuan, Ubud, or the modern and contemporary ones. From cultivating symbolism, realism, surrealistic, mysticism, expressionistic, decorativism, formalism, abstract until photorealistic, or various blend of styles.
Wall texts accompanying this exhibition come from various sources and reading materials, and they would provide information and reference to the exhibited works. Some of these works are borrowed from the artists, their families, institutions and museums.
The exhibition, “Balinese Masters: Lintasan D.N.A Estetik Seni Rupa Bali (Trajectory of Aesthetic D.N.A in Balinese Fine Arts)”, is organized by Heri Pemad Management (HPM) and curated by Rifky Effendy, in collaboration with some important people, like: Jean Couteau, Agung Rai, Hardiman Adiwinata, Edmondo Zanolini, I Made Aswino Aji, Satya Cipta, Wayan Sujana Suklu, dan Soemantri Widagdo (Titian Space).
Text & Images courtesy of Heri Pemad Management (HPM)
AB•BC Building, ITDC Nusa Dua, Bali : 25 May – 14 July , 2019
Pameran “Balinese Masters : Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art” merupakan penyajian karya-karya seni instalasi, patung, lukisan, gambar, dan objek dari 34 seniman dan komunitas berdarah Bali. Persembahan ini membahas jalan dan perkembangan estetika seni rupa Bali – tumbuh dari perupa-perupa Bali yang berada di pulau Dewata maupun di luarnya – yang terpadukan antara ekplorasi seni dan estetika dengan nilai-nilai budaya dan kepercayaan Bali serta pengaruh lainnya di luar lingkup tersebut. “Balinese Masters : Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art” dibuka pada tanggal 25 Mei hingga 14 Juli, 2019 mengajak kita untuk kembali menelaah alur dan keberadaan seni rupa Bali dalam sejarah perkembangannya.
Rifky Effendy
Para partisipan yang berasal dari Bali ini adalah :
Agung Mangu Putra, Dewa Putu Mokoh, Dewa Ratayoga, Gede Mahendra Yasa, I Made Budi, I Made Djirna, I Made Sumadiyasa, I Nyoman Tusan, I Wayan Sika, Ida Bagus Putu Purwa, Ida Bagus Rai, IGAK Murniasih, Kadek Armika, Kedol Subrata, Ketut Budiana, Ketut Moniarta, Komunitas Patung Padas Batubelah (KPPB), Komunitas Lukis Kaca Batubelah (KLKB), Made Budhiana, Made Griyawan, Made Wianta, Mahendra Mangku, Mangku Mura, Mangku Muriati, Mangku Nyoman Kondra, Nyoman Erawan, Nyoman Gunarsa, Nyoman Nuarta, Putu Sutawijaya, Putu Wirantawan, Wayan Bendi, Wayan Karja, Wayan suklu, I Ketut Muja
Hilmar Farid
Venue : AB.BC Building
Address : Jl. Kawasan Nusa Dua Resort, Kuta Selatan, Badung Bali 80361, ITDC Nusa Dua, Indonesia
Open : 11.00 -21.00
Presented by Coulisse
Rerajahan, gambar, seni lukis, pahat dan arsitektur Bali mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah perkembangan seni rupa di Indonesia. Seni lukis Bali muncul, tumbuh dan tetap lestari karena telah menjadi bagian dari berbagai ritual keagamaan dan keseharian masyarakat sejak berabad–abad lalu dan kemudian berinteraksi aspek-aspek perubahan jaman serta budaya dari luar Bali yang dikembangkan secara kolektif maupun perorangan. Hal demikian lah yang kemudian memunculkan bentuk–bentuk seni rupa yang khas, baik yang masih mewarisi bentuk estetik klasik masa lampau maupun dengan semangat yang lebih modern dan kontemporer, maupun berbagai perpaduannya.
Made Wianta, Intan, dan Bunga
Bentuk-bentuk estetik tersebut tetap hadir lestari dan mengalami evolusi di dalam masyarakat, sehingga kita bisa melihat berbagai spektrum karya–karya seni rupa seniman Bali. Dengan kepekaan atau sensibilitas dan craftsmanship yang kuat dalam memahami bentuk dan material, serta merasakan dan mencerap berbagai enerji alam dan lingkungannya.
Melalui pameran “Balinese Masters : Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art”, kita bisa menyoroti berbagai pencapaian estetik dan hasil artistik para pelaku seni berdarah Bali, baik yang tinggal di Bali maupun di luar Bali. Dalam bentuk seni gambar, lukisan, pahatan patung kayu, logam maupun batu, hingga garapan instalasi berbagai materi. Dengan berbagai kecenderungan bentuk estetik dan ragam corak : mulai dari simbolisme, realisme, surealistik, mistisisme, ekspresionistik, dekorativisime , formalisme, abstraksi hingga fotorealistik maupun berbagai paduannya.
Dengan tema-tema yang beragam: antara lain seperti ritual keagamaan maupun epos cerita pewayangan maupun mistisisme simbolik seperti karya Ketut Budiana. Suasana keseharian, seperti lewat lukisan Kedol Subrata, maupun tema–tema sosial seperti karya Made Budi, Wayan Bendi hingga Mangu Putra. Yang intim serta erotis seperti karya-karya IGAK Murniasih dan Dewa Putu Mokoh. Pendekatan personal – individual yang akademik, seperti kecenderungan abstraksi-ekspresionistik anggota Sanggar Dewata Indonesia seperti Nyoman Gunarsa, Wayan Sika dan Wayan Kardja. Hingga yang mengarah kepada pengolahan analitis sisi-sisi formal rupa seperti karya I Nyoman Tusan, Gede Mahendra Yasa atau karya instalasi layang-layang dari Kadek Armika.
Pameran ini mencoba melihat dan mempertimbangkan kembali praktek artistik sebagai penelusuran (seni) rupa atau visual dalam kehidupan masyarakat dan budaya di Bali dengan melepaskan diri dari pandangan yang membatasi konteks praktek keseniannya, seperti berbagai kategorisasi, paradigma, teori sejarah dan sekat-sekat lainnya. Untuk memperkaya khazanah perkembangan sejarah seni rupa di Indonesia dan menempatkannya dalam perkembangan seni rupa global.
Pameran “Balinese Masters : Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art” yang akan diselenggarakan pada 25 Mei hingga 14 Juli, 2019 di AB•BC Building, dikuratori oleh Rifky Effendy, berkolaborasi dengan para narasumber penting seperti : Jean Couteau, Agung Rai, Hardiman Adiwinata, Edmondo Zanolini, I Made Aswino Aji, Satya Cipta, Wayan Sujana Suklu, dan Soemantri Widagdo (Titian Space).
“Balinese Masters : Aesthetic DNA Trajectories of Balinese Visual Art” yang diselenggarakan oleh Heri Pemad Management (HPM) akan mempersembahkan berbagai karya seni gambar, lukis, patung, objek dan instalasi yang berasal dari 34 seniman perorangan dan kelompok.
PAÑPURI'S ART OF GIFTING COLLECTION – JOURNEY TO THE PEAK
Discover three new scents of the PAÑPURI's JOURNEY TO THE PEAK collection, which allows you to share happiness and well-wishes with yourself and your...
read moreNILUFAR AT SALONE ART + DESIGN IN NEW YORK
At Salone Art + Design in New York ( November 8-11, 2025) , Nilufar presented a curated selection of pieces that showcase the gallery’s vision of design...
read moreKAREN NIJSEN IN "Satu Langkah Satu Karya"
Remarkable "Satu Langkah Satu Karya", founded by Karen Nijsen, a finalist for Miss Universe Indonesia 2024 has a mission to promote environmental...
read moreMUSEUM MACAN ANNOUNCES KORAKRIT ARUNANONDCHAI’S FIRST MAJOR SOLO PRESENTATION IN INDONESIA
Museum MACAN presents Korakrit Arunanondchai's artwork, "Sing Dance Cry Breathe |as their world collides onto the screen" for the first time from November...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more