presented by

MENYELAMI RUANG, RASA, RUPA: ASTRA PROPERTY “LIVING FIRST 2025” MEMBAWA KITA KE TIMUR INDONESIA

SHARE THIS
96

Published by Sugar & Cream, Friday 26 September 2025

Images courtesy of S&C and ASTRA Property

Melangkah Lewat Warisan, Menyentuh Masa Kini

Memasuki tahun ke-9, Astra Property kembali menghadirkan Living First 2025 dengan tema “Ruang, Rasa, Rupa”, sebuah pameran seni, budaya, dan arsitektur yang bukan sekadar ditonton, tetapi dihidupi. Diselenggarakan pada 19–21 September 2025 di Catur Dharma Hall, Menara Astra, acara ini menjadi ruang di mana masyarakat diajak berjalan bersama tradisi, menyentuh warisan, dan merasakan denyut kehidupan lokal dalam balutan kontemporer.

Pak Yori, Pak Demmy, dan Pak Rizki  

Tahun ini, Astra Property berkolaborasi dengan UMA Nusantara untuk menyoroti kekayaan budaya Nusa Tenggara Timur (NTT), sejalan dengan semangat Elevating Life. Dari motif tenun hingga struktur rumah adat, pengunjung tak hanya melihat karya, tetapi juga menelusuri jejak budaya yang masih hidup.

Living First 2025 adalah bentuk komitmen kami untuk meningkatkan kualitas hidup melalui pelestarian nilai budaya dan arsitektur Indonesia sebagai fondasi menciptakan ruang hidup yang bermakna dan berkelanjutan. Acara ini mempertemukan seni, arsitektur, dan budaya untuk merayakan kekayaan lokal sebagai inspirasi desain masa kini. Kami ingin masyarakat merasakan bagaimana ruang bisa membentuk rasa memiliki dan berkontribusi pada kehidupan urban yang inklusif,” ujar Demmy Indranugroho, Head of Leasing Management & Corporate Communications Astra Property.

Presented by Coulisse | INK

“Ketika saya berjalan melewati tiap tenunan, tiap motif yang dibentangkan, saya seolah mendengar denyut kehidupan Nusa Tenggara Timur — ada kisah, ada tangan yang menenun, ada angin yang membawa riak warna. Pameran ini bukan sekadar memamerkan karya, tapi membangunkan ingatan kita bahwa setiap kain, setiap motif mengandung ruang, rasa, dan rupa yang hidup,” kata Yori Antar, arsitek sekaligus Pendiri UMA Nusantara.

Setelah menjelajahi Jalur Tenun, pengunjung dibawa ke “Alur”, galeri seni kontemporer yang menampilkan lebih dari 90 karya dari 36 seniman Indonesia, termasuk I Nyoman “Ateng” Adiana, Arief Witjaksana, dan Hybridium. Di sini, motif dan filosofi tradisional diterjemahkan secara kontemporer: ada karya yang memadukan tenun dengan cahaya, bahan daur ulang yang menceritakan hubungan manusia dengan alam, hingga instalasi multimedia yang mengajak pengunjung berinteraksi langsung.

“Seni tradisional di sini tidak hanya dipandang, tapi dirasakan. Tekstur tenun yang kasar tapi lembut saat disentuh cahaya, warna yang membentuk panorama emosional—pameran ini seakan membawa kita menyeberang waktu, dari tradisi ke masa kini, dan mengajak tinggal sejenak di jiwa budaya yang masih hidup,” ungkap Rizki Akhmad Zaelani, kurator seni dan pameran.

Setiap langkah di “Alur” terasa seperti perjalanan waktu—dari akar budaya Nusantara menuju kreativitas modern yang penuh inovasi. Pameran ini menyatukan rasa dan ruang, menghidupkan kembali rupa warisan lokal, sekaligus menginspirasi pengunjung melihat budaya Indonesia dari perspektif baru. Ini bukan sekadar pameran; ini adalah pengalaman sensorik yang membangkitkan ingatan, emosi, dan kekaguman terhadap kekayaan budaya Nusantara.

Acara yang terbuka untuk umum secara gratis dari pukul 10.00 hingga 21.00 WIB ini dirancang sebagai perjalanan sensorik—menggabungkan seni, arsitektur, dan budaya untuk menghidupkan kembali Ruang, Rasa, dan Rupa Nusantara. Dengan pendekatan yang memadukan tradisi dan inovasi, Living First 2025 bukan sekadar pameran, tetapi pengalaman yang membawa pengunjung menembus waktu, merasakan denyut kehidupan budaya Indonesia di masa kini dan masa depan.

Magran LivingCoulisse | INK