Text by Architect Danny Wicaksono, Photography by Sefval Mogalana.
Bagi banyak penduduk Jakarta, kesempatan untuk mendapatkan tempat tinggal dengan lahan yg lebih lapang, tidak bisa didapatkan di tengah kota. Kesempatan untuk memiliki hunian yang seperti ini, hanya bisa didapatkan di daerah-daerah pinggiran Jakarta. Daerah seperti Depok, Bekasi, Tangerang atau Bogor menjadi pilihan yang kemudian diambil banyak penduduk Jakarta, atau mereka yang bekerja di Jakarta. Banyak yang kemudian merelakan beberapa jam waktu mereka dalam sehari dihabiskan untuk melakukan perjalanan ke Jakarta, demi mendapatkan rumah tinggal dengan ruang terbuka yang lebih lapang.
Bagi mereka yang kebetulan memiliki usahanya sendiri, pindah ke daerah pinggiran Jakarta untuk membuat sebuah rumah yang menjadi satu dengan kantor, adalah sebuah cara untuk mensiasati perjalanan di kota Jakarta yang sangat memakan waktu. Pindah ke pinggiran kota memberikan kita kesempatan untuk mengatur waktu perjalanan dengan lebih leluasa dan memberikan pilihan kepada staff-staff untuk dapat menyewa tempat tinggal dengan harga terjangkau, yang letaknya tidak terlalu jauh dari kantor.
Ini adalah pilihan yang diambil oleh pasangan pemilik rumah ini ketika memutuskan untuk meninggalkan apartmen mereka di tengah kota, dan pindah ke daerah Bintaro di Tangerang Selatan. Mereka mengganti hidup di dalam sebuah unit apartmen tinggi diatas tanah, dengan hidup di tanah rendah yang dekat dengan tanah, pohon, hujan dan bayangan.
Tanah yang telah dibelinya sejak beberapa tahun lalu itu, sempat tidak diapa-apakan selama beberapa waktu. Pohon-pohon palem yang sudah ada sejak pertama kali tanah itu dibelinya, makin lama makin meninggi dan membesar. “Pemilik rumah yang minta agar pohon-pohon itu tidak dipotong, saya setuju. Akhirnya kami mendesain ruang-ruang rumahnya, disesuaikan dengan posisi pohon-pohon palem yang ada;” jelas Andra Matin, sang arsitek yang dipercaya untuk merancang rumah ini. Karena jarak antar pohon yang tidak terlalu lebar, tiap lantai dari tiap massa bangunan yang ada di rumah ini sebagian besar berfungsi tunggal. Satu lantai untuk satu fungsi ruang. Massa yang relatif tipis ini, lalu membuat tiap-tiap ruang punya hubungan yang dekat dengan alam.
“Saya percaya, bahwa sebagai manusia, kita sudah diciptakan untuk dapat beradaptasi di lingkungan tempat kita hidup. Seseorang yang pernah tinggal di apartemen tinggi di tengah kota dapat juga hidup dengan nyaman di daerah perumahan di pinggiran Jakarta, asalkan kita bisa menciptakan pengalaman ruang yang serupa di tempat yang sepenuhnya berbeda.”
Andra Matin
Karena hubungan yang dekat ini, alam menjadi tidak terelakkan. Berpindah dari satu ruang ke ruang yang lain, berarti harus melewati terik tengah hari, lembab udara, juga tampias air hujan. Hari menjadi lebih akrab karena pagi masuk langsung kedalam kamar tidur, tanpa melewati ruang makan atau ruang keluarga. Bayang pun jelas terlihat berjalan pelan menuju tiap-tiap sudut bertempat duduk yang tersebar di banyak tepi rumah ini.
Sambil menikmati matahari pagi yang meninggi pelan dan ukulele yang dimainkan sedikit sendu, si pemilik rumah berkata “Rumah ini mengubah hidup saya”. Topi pantai, kemeja longgar dan celana pendek sedikit diatas lutut, menegaskan perkataannya bahwa rumah ini membuatnya menjadi lebih santai dan lebih menikmati hidup. Bertahun-tahun tinggal di ketinggian lebih dari lantai ke-10 membuatnya sulit menikmati alam dan kehidupan. Kini, di rumah barunya yang di desain oleh Andra Matin, hal-hal yang dulu tidak sempat dia perhatikan, menjadi tidak terelakkan.
Additional Information
Land Area : 411.2 m2
Building Area : 278.6 ,2
Bedroom : 3 bedrooms + 1
Bathroom : 3 bathrooms + 1
Architect: Andramatin
Principal Architect : Isandra Matin
Project Architect : Ady Putra Sanjaya, Gana Ganesha
Structural Engineer : Hadi Jahja
General Contractor : Alex Gandung
Interior by: Andramatin and owner
Landscape : Andramatin and owner
Lighting : Andramatin and owner
Furniture : Customized by owner
Flooring : Iron wood and precast concrete