ROSIT MULYADI’S SOLO EXHIBITION ‘ANTI-CANON’
Published by Sugar & Cream, Wednesday 05 October 2022
Images courtesy of Gajah Gallery Singapore
25 Sept- 8 October 2022 at Gajah Gallery Singapore
Dua setengah tahun setelah pameran tunggal pertamanya di Gajah Gallery Yogyakarta, Rosit Mulyadi menghadirkan rangkaian karya baru di Gajah Gallery Singapore. Berjudul Anti-Canon, pameran tunggal ini menandai keberangkatan signifikan dari fokus tematik seri sebelumnya. Dalam pertunjukan solo terakhirnya, karya-karyanya didasarkan rasa ingin tahunya yang besar terhadap bagaimana kita memandang diri kita sendiri dan satu sama lain di platform online. Sekarang, dia mengarahkan kecurigaan dan rasa penasaran ini kepada tokoh-tokoh protagonis arus utama sejarah, budaya, dan kemajuan ekonomi.
Dalam Anti-Canon, Mulyadi memusatkan tokoh-tokoh yang terabaikan dan terpinggirkan dalam kanon politik dan ekonomi global, melalui subversi cerdik karya-karya kanon sejarah seni. Mulyadi mengangkat kisah ibu yang bekerja—khususnya pekerja domestik migran. Subyek lukisannya mengalami keterasingan tidak hanya dalam konteks geografis rural-urban tetapi juga dalam peran keluarga mereka sebagai ibu, ditekan untuk mentransplantasikan kerja emosional mereka ke keluarga asing. Oleh karena itu, banyak karya seri ini berkisah tentang perasaan rindu dan terabaikan, mengetengahkan masalah eksploitasi pedesaan, kurang dihargainya tenaga kerja domestik, dan pengorbanan perempuan dalam ketercekikan ekonomi.
Pergeseran juga terjadi dalam cara seniman menggunakan apropriasi gambar. Dalam karya-karya sebelumnya, ia akan menggunakan karya-karya pelukis master barat untuk mewakili fenomena ‘budaya remix’ yang sedang merajalela dan informasi yang berlebihan di era digital kita. Mendistorsi makna dari karya aslinya bukanlah perhatian utamanya. Namun, dalam rangkaian karya baru ini, niat Rosit di balik penggunaan mahakarya barat ini lebih tegas: ia sengaja menyesatkan konteks aslinya, secara aktif membalas penyelewengan terus-menerus yang dilakukan Barat terhadap Timur.
Presented by Zipblind
Dalam menyikapi dialektika gender dan spesifik-gender ini, Rosit menggunakan metode pengamatan empatik untuk mensituasikan dirinya dalam wacana ini. Dia telah menyaksikan sendiri masalah sosial ekonomi endemik ini, dan kepulangannya baru-baru ini ke kampung halamannya di Lakbok, Ciamis –yang merupakan daerah sumber pekerja rumah tangga– menjadi katalis untuk seri baru ini. Dia berusaha untuk memperkuat suara-suara para penyintas daripada menutup suara mereka dengan narasi pribadi. Anti-Canon mengungkapkan gerakan menentang penghapusan pentingnya dan pengorbanan pekerja perempuan dalam kanon politik dan sejarah global, penolakan terhadap narasi yang tidak seimbang. (Gajah Gallery Singapore)
Rosit Mulyadi (L.1988, Indonesia) lulus dari Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia, Yogyakarta pada tahun 2007, di mana ia tinggal dan bekerja saat ini. Ia belajar di sebuah pesantren hingga akhir masa remajanya di mana ia mengenal seni melalui kaligrafi Arab. Sementara sebagian besar teman-temannya di sekolah melanjutkan studi agama, ia memilih untuk pergi ke ISI Yogyakarta setelah lulus, jurusan seni lukis. Rosit menggunakan teknik figurasi, apropriasi, dan lukisan klasik untuk menunjukkan realitas sosial kontemporer yang terkadang ironis dalam konteks lokalnya. Selain itu, dengan mendistorsi dan mengaburkan karya-karya ikonik dalam sejarah seni dengan cat dan teks, ia juga merujuk pada ‘budaya remix’ internet yang ada di mana-mana dalam komunikasi virtual kita sehari-hari.
Beberapa pameran kelompoknya antara lain OFFBEAT di Gajah Gallery Yogyakarta 2022, ARTJOG Resilience 2020, Kembulan di Studio Kalahan Heri Dono, Jammin in the Name of the Lord di Masriadi Art Foundation, i:Observe di Jogja Contemporary, dan Yogyakarta Arts Festival ke-26. Dia berpameran tunggal pada tahun 2017 berjudul Still Life at Jogja Contemporary. Dia berpartisipasi dalam Art Jakarta 2022, Art Jakarta Gardens 2022, dan SEA Focus 2021 di bersama Gajah Gallery. Pameran tunggal Rosit sebelumnya berjudul A Scanner Darkly dan diadakan di Gajah Gallery Yogyakarta tahun 2020 lalu.
ORTENSIA RESTAURANT BY CHRIS SHAO STUDIO
Chris Shao's French-Japanese restaurant, Ortensia, in Shanghai, blends Parisian sophistication, Japanese elegance, and Shanghai's charm, incorporating...
read moreBAROVIER&TOSO PRESENTS BAROVIER&TOSO COLLAGE
Barovier&Toso unveils Barovier&Toso Collage, a visually stunning project showcasing the elegance and versatility of its products, reinterpreting Venetian...
read moreKAREN NIJSEN IN "Satu Langkah Satu Karya"
Remarkable "Satu Langkah Satu Karya", founded by Karen Nijsen, a finalist for Miss Universe Indonesia 2024 has a mission to promote environmental...
read moreMUSEUM MACAN ANNOUNCES KORAKRIT ARUNANONDCHAI’S FIRST MAJOR SOLO PRESENTATION IN INDONESIA
Museum MACAN presents Korakrit Arunanondchai's artwork, "Sing Dance Cry Breathe |as their world collides onto the screen" for the first time from November...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more