presented by

Bincang Virtual API & Pameran Stay@Home 2020: ‘Dulu, Kini dan Esok’

SHARE THIS
3.54K

Published by Sugar & Cream, Monday 14 September 2020

Text by Bambang Asrini Widjanarko, images and video courtesy of API

Pameran Stay@Home: ‘Dulu, Kini dan Esok’

Asosiasi Pematung Indonesia (API), cabang Jakarta yang didukung oleh Edwin’s Gallery dan Galeri Nasional Indonesia menyelenggarakan Bincang Virtual dan Presentasi Pameran Virtual Stay@Home 2020.

Partisipan pameran adalah sepuluh karya perupa anggota API Jakarta dan nara sumber Bincang Virtual terdiri dari akademisi, praktisi, Kepala Galeri Nasional Indonesia sampai perspektif Galeri Privat, yakni Edwin’s Gallery.

Acara Bincang Virtual pada Senin, 14 September 2020 mulai pukul 19.30 WIB via aplikasi zoom meeting akan mengulik tentang sejarah lahirnya Asosiasi Pematung Indonesia pada tahun 2000. Yang tak lepas dari keinginan sebagian besar para pematung Indonesia, salah satunya dimotori oleh pematung senior almarhum Gregorius Sidharta untuk mengintrodusir keberadaan seni patung pada publik lebih luas.

“Seni patung dengan karakternya yang khas, yakni tiga dimensional dan meruang dalam sejarah seni modern Indonesia terkait dengan para seniman-seniman Sanggar pada sekitar 1950-an di Yogjakarta dan kota bear lainnya di Jakarta, Bandung dll di Indonesia untuk membuat monumen-monumen tertentu sebagai penanda ingatan komunal”, kata Anusapati, akademisi dari Institut Seni Indonesia dan mantan Ketua Umum API Pusat, Yogjakarta.

Bincang Virtual ini, selain menyingkap catatan-catatan sejarah tak dipungkiri mengungkap pula bahwa seni patung sejak awal memang dekat dengan disiplin arsitektur, tinjauan dan praktik tata lansekap kota bahkan gaya hidup masyarakat manusia urban yang dinamis di kota besar.

Sebagai yang dikatakan Edwin Rahardjo, dari Edwin’s Galley “sangat mutlak dibutuhkan regenerasi dalam tubuh API, terutama menyesuaikan kondisi ruang-ruang publik progresif –taman, gedung perkantoran, cafe dll– yang membutuhkan desain, bentuk pun materi yang berbeda dibanding dengan masa lalu” ujarnya. Edwin berharap bahwa API mampu berkompetisi di zaman terkini

Sementara itu, Ketua API Jakarta Agus Widodo akan memberi pengantar tentang perkembangan terkini API cabang Jakarta. “Saya akan menjelaskan tentang tantangan-tantangan kedepan API dalam abad digital dan bagaimana merespon itu dalam kepengurusan serta menjelaskan implementasi dari visi & misi organisasi’ katanya.

Dalam penjelasannya, ia akan memberi gambaran bagaimana API Jakarta telah mendapatkan Proyek Komisi dari Dinas Pariwisata Pemda DKI di Kepulauan Seribu untuk membuat sejumlah patung publik sebagai ikon destinasi wisata pada 2019 lalu; dan sejumlah workshop pada para pelajar di Tangerang Selatan.

Keniscayaan bahwa seni rupa hari ini telah melintas batas, sehingga perkembangan seni patung juga sejalan arah perkembangan zaman dikomentari oleh Ketua API Pusat, Arsono bahwa kepengurusannya sejak 2018 yang salah satunya bertanggung jawab dalam  membangkitkan kesadaran publik bahwa patung memberi paras khusus bagi perkembangan kota urban.

Yani Mariani Sastranegara. ‘Positive’ (2020). Asosiasi Pematung Indonesia, Cabang Jakarta.

Maka, dengan kehadiran proyek patung publik dengan Jogjakarta Sreet Sculpture Project (JSSP) Arsono meneruskan program kepengurusan pendahulunya yang dianggap baik, sejak 2015.

“Saya berharap kedepan, dalam masa kepengurusan API sekarang, terutama API Pusat mulai menginisiasi rekaman arsip-arsip penting dan catatan-catatan sejarah untuk mampu menyusun Buku Sejarah Patung Indonesia sejak tahun 50-an, yakni era Kesanggaran sampai API yang sekarang’, ujar Arsono.


Presented by MOIRE Rugs

“Tantangan kedepan adalah membuat Taman Patung sebagai etalase Museum Patung Tanpa Batas-Sculpture Park, yakni diapresiasi publik sekaligus diakses secara global, tak hanya oleh kolektor-kolektor privat dan manifestasi perjalanan sejarah patung modern kita sejak awal sampai yang kontemporer” imbuh Arsono.

Sementara itu, Kepala Galeri Nasional Indonesia, Pustanto menjelaskan bahwa API adalah elemen organisasi modern para seniman dalam ekosistem seni rupa kita.

API itu perkumpulan modern yang memberi perspektif tentang progresifitas seni patung dan Galeri Nasional Indonesia dalam perannya akan menjadi mitra yang lebih aktif di masa depan bagi API” ungkapnya “Menimbang Galeri Nasional Indonesia wakil dari pemerintahan yang berperan mempertemukan kreator, apresian dan masyarakat” jelas Pustanto menambahkan.

Cyca Leonita. ‘Mengheningkan Cipta’ (2020). Asosiasi Pematung Indonesia, Cabang Jakarta.

Pameran Stay@Home 2020 API Jakarta
Kurator Pameran Benny Ronald Tahalele dalam presentasi Pameran Virtual menjelaskan bahwa tema terkait dengan bagaimana seniman merespon kondisi pandemi sekarang ini. Selain itu, tantangan abad digital, dengan menekankan pada semangat untuk terus berkarya memakai piranti digital dan  mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan terbaru, meskipun dari rumah dan studio masing-masing.

“Meskipun jarak fisik terbatasi dan kemampuan sosialisasi antar pematung berbulan-bulan dihentikan, semoga Pameran Stay@Home mampu memicu ide-ide yang lebih kreatif sebab biasanya dalam kondisi krisis; justru seniman mampu maksimal mengkristalkan pun menghasilkan karya-karya terbaiknya” katanya.

Tarian Ombak, Karya Komisi Asosiasi Pematung Indonesia, Jakarta Chapter, Agus Widodo di Kepulauan Seribu, 2019

Partisipan pameran sejumlah sepuluh pematung adalah: Agoes Salim, Agus Widodo, Budi Tobing, Yani Mariani, Cyca Leonita, Hardiman Radjab, Jack S Riyadi, Darwin, Henry The Koi dan Tedy Murdianto.

Dalam Bincang Virtual nanti, dua nara sumber pematung, yakni Yani Mariani memberikan perspektifnya tentang kerja proyek komisi di Kepulauan Seribu pada 2019 lalu dan partisipasinya dalam pameran ini juga.

Semetara generasi milenial diwakili oleh Cyca Leonita, pematung perempuan yang akan mempersentasikan karya-karya yang khas mengungkapkan kehidupan personal urban dan pengalaman-pengalaman sosialnya.

Yang menarik, ada dua karya cukup menggelitik, yakni milik Hardiman Radjab dan Jack S Riyadi. Keduanya berbeda cara mengungkapkan, namun memiliki benang merah pesan yang mirip, yakni: manusia abai pada wabah dan berusaha menentangnya, sebab manusia secara natural  memang cenderung khilaf jika tanpa intimidasi dalam aturan-aturan yang tegas.

Hardiman dengan patungnya yang sangat khas, biasanya ia memakai karya found object-barang temuan, sekarang ia mengkonstruksi kotak dan boneka kecil yang ditautkan sedemikian rupa seolah seorang manusia yang terperangkap dalam kotak tersebut.

Dalam wawancara ia berujar bahwa “Quantum Leap”, sebagai judul karya bisa multi tafsir, “menurut saya ada kemauan manusia menentang kodratnya. Mereka ingin membuat lompatan dalam sains mengejar rahasia keabadian dengan mesin waktu, menembus ruang dan waktu;  tapi saat sama ia menentang hukum-hukum alam lain, seperti merebaknya wabah dan perang, sebab manusia tak peduli dengan lingkungan hidup (membabat hutan) dan kemanusiaannya sendiri” ujarnya.

Sedangkan Jack S Riyadi dengan jitu menangkap momen saat ini, tatkala Jakarta sebagai Ibukota Negara harus prihatin dengan penerapan PSBB, yakni pengetatan protokol kesehatan sebab telah diambang darurat. Dinas Kesehatan kota tak mampu menangani jumlah pasien yang makin membludak di RSUD yang sesegera mungkin memerlukan tindakan darurat, jika tak dilakukan: Jakarta akan kolaps.

Dalam judul “Tak Menghiraukan”, patung kepala manusia yang memakai masker, namun tepat di “mata patung”, seolah ingin berujar “Ketidakhirauanku mungkin tersebab mata hatiku tak mampu melihat apa yang menjadi prioritas, kita semua terperangkap dalam dilema berat sebagai bangsa.

Coulisse | INKZipblind & VF