Text by Hermawan Kurnianto, Photography by Merwin Adenan.
Setelah mengalami renovasi yang ke-dua, restoran Bunga Rampai kini telah bersolek dengan interior yang menautkan kehangatan masa lampau dan kesegaran modernitas.
Berdiri sejak tahun 2007, Bunga Rampai telah memiliki tempat tersendiri bagi para pecinta kuliner di ibukota. Racikan ragam menu khas nusantara disajikan secara berkelas dalam balutan suasana rumah zaman kolonial Belanda. Menghantarkan pengalaman fine dining yang menorehkan kesan mendalam yang akan menetap lama di ingatan emosional.
Melacak jejak awalnya, restoran ini memiliki muatan historikal yang kuat. Bermula dari sebuah rumah tua yang merupakan tempat tinggal dokter gigi pertama di Indonesia dan kerap dijadikan tempat rapat para pejuang kemerdekaan. Hingga akhirnya pada 9 tahun yang lalu, rumah ini beralih fungsi menjadi restoran Bunga Rampai.
Di tangan desainer interior Agam Riadi, restoran tetap mempertahankan bentuk asli rumah dengan menambahkan sentuhan dekorasi yang elegan. Nuansa putih yang clean dengan tatanan bunga di berbagai sudut serta objek-objek antik yang kental akan aura nostalgik, memberikan sensasi kenyamanan yang membuai.
Seiring berjalannya waktu, usia bangunan menggerogoti kualitas konstruksi, seperti atap yang menurun dan plafon yang bocor. Renovasi ke-dua pun dilakukan pada tahun 2014 dan berlangsung selama sekitar tujuh bulan. “Renovasinya lebih ke struktur bangunan. Rangka kayu diganti menjadi rangka baja. Restoran juga dibuat menjadi tiga lantai dengan menambahkan rooftop dengan kubah melengkung di lantai 3, sehingga memuat kapasitas yang lebih banyak,” papar Agam yang kembali bertanggung jawab atas aspek interior dalam proyek renovasi yang ke-dua ini.
Agam mentransformasikan image Bunga Rampai yang terkesan feminin menjadi lebih maskulin. Ini dipresentasikan melalui kombinasi warna hitam dan dinding abu-abu. Selain itu, atmosfer kolonial Belanda kini disandingkan dengan kolonial Prancis sehingga mencuatlah nuansa sebuah rumah botanikal yang rupawan. Elemen Indonesia mengemuka melalui berbagai detail khas Palembang seperti kain songket. Semerbak persilangan budaya kian diperkaya dengan keberadaan objek-objek memikat dari sejumlah negara, seperti lampu gantung dari Maroko dan lampu kristal dari Ceko.
Terdapat sejumlah ruangan yang semuanya menggunakan nama-nama bunga, seperti Kacapiring, Kemuning, Teratai, Anyelir, dan Alamanda. “Banyak sudut yang cantik di berbagai area. Selalu ada sesuatu yang menarik bagi para pengunjung yang melintasi ruang-ruang di dalam Bunga Rampai,” ujar Agam yang siap merilis bukunya pada awal tahun depan, yang salah satunya memuat tentang tatanan interior Bunga Rampai.