Yayoi Kusama : ‘Life is at the Heart of a Rainbow‘
Published by Sugar & Cream, Friday 07 July 2017
National Gallery Singapore : June 9 – September 3, 2017
Sebuah pameran bertajuk Yayoi Kusama: ‘Life is at the Heart of a Rainbow‘ menandai perhelatan yang mengetengahkan karya-karya sang seniman terkemuka untuk pertama kalinya di Asia Tenggara, tepatnya di National Gallery Singapore.
Pumpkin, Self Portrait, The Spirits of The Pumpkins Descended Into The Heavens, Transmigration, by Yayoi Kusama
Pada 9 Juni lalu, National Gallery Singapore membuka sebuah pameran yang layak dikunjungi oleh para pecinta seni. Menghadirkan nama besar Yayoi Kusama yang memukau dunia lewat motif-motif yang telah menjadi ciri khasnya dan menjadi bagian dari imajinasi populer; titik, jaring, dan labu. Yayoi Kusama: Life is at the Heart of a Rainbow menyuguhkan lebih dari 120 karya menakjubkan, termasuk yang belum pernah dipamerkan.
Marilyn Monroe, Infinity Mirror Room – Gleaming Lights of the Soul, Invisible Life by Yayoi Kusama
Pameran ini menawarkan kesempatan untuk mengeksplorasi perjalanan kreatif Yayoi Kusama yang terentang sepanjang tujuh dekade. Karya-karya Kusama merangkul sentuhan surealisme, pop, minimalisme, pertunjukan, dan seni konseptual. Dunia Yayoi Kusama adalah dunia yang kompleks, berlimpah akan warna dan simbolisme. Menggiring penikmatnya untuk memasuki sebuah semesta yang sangat intim sekaligus tak berbatas. Dia juga pernah berkolaborasi dengan nama besar dalam dunia fashion yaitu Louis Vuitton.
With All My Love for Tulips I Pray Forever, The Sun Wants to go on A Journey (2012), Life is the Heart of a Rainbow, by Yayoi Kusama
Yayoi Kusama: Life is at the Heart of a Rainbow ini adalah rangkaian berikutnya setelah Washington D.C. dan Tokyo. Telusuri imajinasi Kusama melalui karya-karyanya yang terkenal seperti infinity net paintings dan infinity mirror rooms, karya-karya terkini seperti seri ‘My Eternal Soul’ yang terdiri dari pahatan dan lukisan, termasuk lukisan yang dijadikan tajuk pameran ini, hingga mirrored peep room “I Want to Love on the Festival Night” yang diciptakan khusus untuk Gallery National Singapore.
Pameran terbagi menjadi tiga bagian:
Gallery A: menyajikan karya-karya Kusama yang menggunakan, titik, jarring, dan labu melalui lukisan, pahatan, dan instalasi sejak tahun 1950-an hingga sekarang.
Gallery A
Gallery B: Kusama menjalin keterikatan dengan tubuh manusia melalui instalasi, pertunjukan, pahatan, dan lukisan.
Gallery B – Invisible Life
Gallery C: berfokus pada rangkaian karya terkini Kusama yang tertoreh di atas kanvas; ‘Love Forever’ dan ‘My Eternal Soul’.
Gallery C
Pengalaman menikmati kreativitas Kusama kian diperluas dengan berbagai instalasi spektakuler di sejumlah ruang publik di National Gallery Singapore, seperti City Hall Chamber yang historikal. Pameran akan berlangsung hingga 3 September 2017 di Singtel Special Exhibition Gallery dan City Hall Chamber, Level 3, City Hall Wing. (HK)
Narcissus Garden at City Hall Chamber
Dots Obsession
CONTARDI LIGHTING UNVEIL ARCHI-DECORATIVE LIGHTING FOR THE LIVING AREA
Contardi Lighting, in partnership with designer Massimiliano Raggi, offers archi-decorative lighting that is sophisticated, aesthetic, and functional,...
read moreARAN CUCINE - CUCINAnD'O
CUCINAnD'O (Davide Oldani's restaurant in Cornaredo) presents itself as the innovative kitchen that combines culinary art with sustainability. Now it...
read moreTHE 7TH EDITION OF ALCOVA MILANO – APRIL 15 - 21,2024
During Milan Design Week 2024, the 7th edition of Alcova Milano will take place at Villa Borsani and Villa Bagatti Valsecchi from April 15-21, 2024. Come...
read moreNUANU X SETTER HADIRKAN KOMPETISI ARSITEK
Nuanu berkolaborasi bersama SETTER co-working space meluncurkan sebuah kompetisi arsitektur untuk merancang dan membentuk co-working space terkemuka di...
read moreA Spellbinding Dwelling
Rumah milik desainer fashion Sally Koeswanto, The Dharmawangsa kreasi dari Alex Bayusaputro meraih penghargaan prestisius Silver A’ Design Award 2017.
read moreThomas Elliott, Translating the Dreams of Spaces and Shapes
Selama hampir seperempat abad tinggal di Indonesia, simak perbincangan dengan arsitek dan desainer Thomas Elliott.
read more