Bintaro Design District 2018

SHARE THIS
3.95K

Published by Sugar & Cream, Tuesday 13 November 2018

Text by Danny Wicaksono (Studio Dasar), photography by Timur Angin

The Premiere of Design District : “Permeable Society”

“Bintaro” adalah nama buah. Tapi di kota ini, Jakarta, “Bintaro” juga dikenal sebagai nama sebuah daerah pemukiman, di sebelah selatan Jakarta. Pada awalnya, daerah pemukiman ini dikenal dengan mana “Bintaro Jaya”. Sebuah pemukiman yang mulai berkembang di akhir tahun 1970, dan dipromosikan sebagai “kota satelit” baru bagi Jakarta.

Perumahan ini adalah salah satu dari sekian banyak kompleks perumahan yang pada masa itu banyak dibangun oleh pengembang untuk menyediakan rumah bagi anak-anak muda yang beranjak mapan. Dengan banyaknya perusahaan dalam dan luar negeri yang berdiri di Jakarta, diperlukan rumah-rumah tinggal untuk merumahkan banyak anak muda yang bekerja sebagai pegawai di perusahaan-perusahaan tersebut.

Di sekitar tahun 80-90 an, ketika ekonomi Indonesia membaik dengan pesat dan pembangunan fisik kota berjalan dengan cepat, pemukiman seperti perumahan “Bintaro Jaya” ini banyak diisi oleh para pegawai perusahaan, yang memiliki ritme hidup yang teratur dan kegiatan bekerja yang jauh dari rumah. “Bintaro Jaya” dulu, adalah sebuah perumahan yang tidak terlalu ramai, dengan tipe bangunan yang cenderung sama dan kegiatan penduduk yang ragamnya tidak banyak.

Kini, hampir 4 dekade sejak pertama kali perumahan ini dibuka oleh pengembang “Jaya Properti”, perumahan Bintaro Jaya telah berkembang menjadi sebuah kawasan kegiatan yang memiliki 9 sektor dan penghuni dengan pekerjaan yang lebih beragam dari sebelumnya. Entah bagaimana mulanya, dan apa alasannya, di kompleks perumahan ini dan daerah-daerah sekitarnya, kini bermukim banyak desainer, arsitek, seniman dan pekerja film. Bukan hanya tinggal, banyak dari mereka yang juga bekerja dan berkarya di sekitar lingkungan perumahan Bintaro Jaya.

Setelah menyadari adanya keunikan ini, empat orang desainer Indonesia bersepakat untuk menggagas sebuah acara yang bisa membuka kemungkinan bagi para desainer untuk saling berkomunikasi dan untuk publik yang lebih luas, untuk dapat melihat ruang kerja, hasil kerja dan proses kerja dari profesi desainer. Inilah latar belakang dari diadakannya acara “Bintaro Design District 2018” (BDD) pada 9-20 Oktober yang lalu.

Andra Matin, Budi Pradono, Danny Wicaksono (ketiganya warga Bintaro Jaya) dan Hermawan Tanzil, para penggagas dan kurator dari acara ini, kemudian mengajak para desainer produk, desainer grafis, arsitek dan desainer interior untuk ikut serta dalam BDD2018. Mereka yang diajak serta adalah para desainer yang tinggal dan memiliki tempat bekerja disekitar wilayah Bintaro Jaya, dan juga para arsitek dan desainer yang tinggal diluar wilayah Bintaro Jaya termasuk mereka yang tinggal di luar kota Jakarta.

Di BDD yang pertama ini tercatat ada 74 desainer yang ikut serta, dari seluruh Indonesia. Selain mereka yang tinggal di Bintaro dan Jakarta, ada desainer yang berasal dari Pontianak, Jogjakarta, Bandung dan Surabaya. Bagi mereka yang tinggal diluar daerah Bintaro, diadakan sebuah pameran bertajuk 1X1. Di pameran ini, para desainer diminta untuk menampilkan desain yang sesuai dengan tema BDD2018 kali ini.

Tahun 2018 ini, tema yang ditentukan oleh para kurator adalah “Permeable Society”. Melalui tema ini, para kurator berusaha untuk menerjemahkan daerah Bintaro Jaya, yang tidak dilihat sebagai sebuah perumahan yang menutup dirinya dari lingkungan yang bukan bagiannya. Karakteristik perumahan ini, yang dibanyak bagiannya selalu terbuka dan berhubungan dengan lingkungan sekitar, adalah sebuah karakteristik unik yang membuat interaksi penduduk menjadi sangat cair, terutama antara mereka yang tinggal di Bintaro dengan penduduk lain yang tinggal di sekeliling area Bintaro.

Lewat tema ini, para kurator juga ingin memberikan pesan dan menawarkan preseden lain dalam praktik kerja mendesain di Indonesia, yaitu sebuah tradisi profesi yang membuka diri pada sesama profesional dari semua bidang desain dan kepada publik yang lebih luas. Sebuah cara tradisi bekerja yang diharapkan dapat merangsang terjadinya komunikasi yang lebih lugas, sehingga gagasan dapat tertukar dengan lebih terbuka dan kemungkinan-kemungkinan lain dapat terwujud dalam jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya.

Dalam acara yang berlangsung selama 9 hari dan melingkupi 2 akhir pekan ini, berlangsung 54 acara yang dibagi menjadi 6 tipe acara: open-studio, open-architecture, talkshow, exhibition, workshop dan instalasi. Tidak seperti di banyak acara desain yang lazim terjadi di Jakarta, di mana semua acara dipusatkan dalam satu venue, BDD2018 memiliki 40 lebih venue, yang tersebar di area Bintaro, Serpong dan Gading Serpong.

Di BDD yang pertama ini, tercatat lebih dari 3000 BDD-Pass dipakai oleh para pengunjung untuk mengalami BDD. Pengunjung tidak hanya datang dari luar Bintaro dan Jakarta, namun beberapa orang desainer dari Malaysia dan Singapura, juga turut hadir dan berkeliling area Bintaro untuk mengunjungi venue-venue yang ada.

Pada acara penutupan, di tanggal 20 Oktober yang berlangsung di kantor biro desain DEDATO, tim kurator memberikan penghargaan untuk pada beberapa desainer untuk partisipasi yang terbaik. Mereka adalah: Denny Priyatna dan Imelda Akmal Architecture Writer, untuk karya terbaik di pameran “1X1”; TheLapan dan aRms Architecture, untuk “Open Office” terbaik; dan Atelier Riri” untuk instalasi terbaik.

Di acara penutupan ini, juga diumumkan bahwa Bintaro Design District akan kembali lagi di tahun 2019, dengan tema “Inklusivitas”. Sebuah tema yang mengajak semua orang memikirkan kembali ruang hidup yang bisa dipakai oleh semua, tanpa pembeda beda kelas dan tidak dibatasi oleh perbedaan fisik serta usia.

Coulisse | INKZipblind & VF